Pages

Wednesday, August 28, 2019

Staycation di Hotel Borobudur


Apa yang biasanya dilakukan saat Lebaran? Mudik tentunya. Karena banyak yang mudik, makanya Jakarta menjadi lengang dan sepi. Tentunya membuat orang-orang yang tidak mudik, termasuk kami, dapat menikmati jalanan Jakarta yang lengang.

Di liburan Lebaran kali ini, kami mencoba untuk staycation di salah satu hotel di Jakarta. Diawali dengan iseng-iseng berhadiah mengecek harga hotel di agoda. Tiba-tiba Hotel Borobudur pop-up dengan harga yang sangat miring. Biasanya kami hanya mampir ke sini saat saudara atau teman menginap di sini. Papapun berpikir mumpung dapat harga yang miring banget, boleh juga ajak anak-anak staycation di Hotel Borobudur. Pas bertepatan dengan ulang tahun adik pula. Akhirnya kami pun memesan kamar di hotel ini melalui Agoda.
Taman dengan hiasan kupu-kupu. 
Hotel Borobudur terletak di dekat Lapangan Banteng. Hotel ini berdiri sejak tahun 1974. walaupun termasuk hotel tua, tetapi pelayanan dan fasilitasnya masih terjaga dengan baik. Dengan nuansa arca dan patung, hotel ini terlihat begitu berkelas. Tidak heran hingga hotel bintang lima ini menjadi tempat menginap favorit turis-turis asing dan juga domestik. 
Kolam kecil dengan hiasannya. 
Yang membuat seru adalah kami tidak memberitahukan anak-anak tentang staycation ini. Mereka bahkan tidak tahu bahwa semua peralatan menginap sudah ada di mobil. Saat kami tiba di hotel, mereka masih berpikir ada saudara atau teman yang sedang menginap. Namun saat mereka melihat koper yang dikeluarkan dari mobil, mereka pun norak girang tak terhingga.
Apakah ini? 
Proses check in tidak secepat yang kami bayangkan, karena banyak juga yang sedang check in hari itu. Setelah check in, kami pun langsung menuju ruangan yang kami pesan. Kami memesan superior double bed. Karena bangunan tua, maka luas kamarnya termasuk besar, kurang lebih 32 meter persegi. Di kamar ini terdapat sofa yang cukup luas. Just in case tidur di ranjang sempit, salah satu bisa tidur di sofa =D
Double bed room.
Sofa dan meja kerja. 
Kettle air panas dan teh serta kopi.

Untuk kamar mandi, tersedia bathtub dan shower. Duo Lynns senang sekali melihat bathtub. Maklum, biasa nginap di budget hotel atau guesthouse, tentunya tidak pernah ada bathtub. Mereka sudah merencanakan ’berenang’ di bathtub.
Bathtub yang buat anak-anak betah mandi di sini.
Perlengkapan yang disediakan. Mau beli juga boleh.
Apa saja yang dapat dilakukan selama staycation di sini? Ada banyak aktifitas yang dapat kami lakukan. Saat cuaca sudah tidak terlalu panas, kami mengajak anak-anak bermain di playground mereka. Playground di sini mirip permainan di taman kanak-kanak zaman dulu yang sangat baik melatih ketangkasan dan motorik kasar.
Area playground yang terlihat dari kamar kami. 
Setelah itu, kami pun ke atas dan menyiapkan perlengkapan untuk berenang. Oma (oma dan opa pun menyusul datang untuk memberi kejutan bagi anak-anak) pun ikut turun walau tidak berenang. Kali ini hanya papa dan anak-anak yang nyebur ke kolam. Mama hanya bagian mengawasi dan melihat-lihat.
Kids and swimming pool...
Taman di dekat playground.
Jembatan untuk berkeliling.
Selain kolam renang dan playground, di sini juga ada fasilitas olahraga seperti basket, bulu tangkis, dan lapangan sepak bola. Ada juga track untuk jogging ataupun jalan santai. Kami bersama oma dan opa memilih untuk berjalan di jogging track.
Yang ini track menuju rumah kupu-kupu. 
Untuk makan malam atau makan siang, di sekitar Hotel Borobudur terdapat banyak tempat makan dan juga ada mall Atrium. Jadi bisa saja jalan ke sana untuk membeli makanan (seperti yang kami lakukan). Selain itu, di dalam Hotel Borobudur terdapat banyak tempat makan. Salah satu yang terkenal adalah Bogor Cafe. Sop buntut di sini sangat terkenal. Jadi bisa pesan menu individual ataupun buffet. Namun harganya ya harga hotel bintang lima.
Bogor Cafe 
Ini dibuat dari coklat asli loh.
Untuk makan pagi, paket kamar yang ada sudah termasuk makan pagi. Makan pagi dilakukan di Bogor Cafe. Pilihan yang ada sangatlah banyak, tapi tidak ada sop buntut tentunya. Dari menu lokal, menu Asia, dan menu barat. Karena kakak sudah cukup besar, maka kakak pun harus membayar. Kami memilih untuk memesan satu menu bagi kakak dibanding menu buffet. Namanya juga sarapan anak-anak, tentunya tidak mungkin banyak-banyak. Untungnya kakak happy dengan pesanannya.
The birthday girl dengan baju Ariel-nya. 
Pancake pesanan kakak yang akhirnya dibantu papa untuk makan karena tebal dan besar. 
Salah satu aktivitas menarik di tempat ini adalah Rumah kupu-kupu. Rumah ini merupakan tempat pengembangbiakan kupu-kupu, dari mulai telur hingga menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu yang ada pun beraneka ragam, jauh lebih lengkap dari yang kami lihat di Taman Kupu-Kupu TMII.
Mirip Catty ya?
Kepompongnya boleh dipegang. Kupu-kupu juga boleh dipegang.
Cantik ya... 
Selesai sudah staycation kami di Hotel Borobudur. Memang menginap di sini sangatlah nyaman dan children friendly. Untuk yang mau staycation di sini, jangan lupa mengunjungi taman kupu-kupunya ya.

Sekilas Info
Hotel Borobudur
Alamat: Jl. Lapangan Banteng Selatan, Jakarta 10710

Telp: 021-3805555
Lapangan Banteng. Sayangnya tidak ada show saat kami menginap.

Friday, August 9, 2019

Belajar Sejarah di Museum Hakka Indonesia

Siapa yang tidak tahu TMII? Sepertinya semua orang tahu TMII. Taman Mini Indonesia Indah atau TMII memang terkenal sebagai tempat wisata, baik keluarga, sekolah maupun individu.TMII memang tempat wisata yang edukatif dan sangat luas dan sering sekali menjadi tempat tujuan karya wisata sekolah-sekolah. Di sini bukan hanya terdapat replika pulau-pulau di Indonesia, tetapi juga banyak museum yang dapat dikunjungi. Salah satunya adalah Museum Hakka.

Museum Hakka yang terletak di bagian dalam TMII ini merupakan museum yang berisi kebudayaan Tionghoa yang ada di Indonesia, dan juga sejarah suku Hakka. Dengan adanya museum ini, maka masyarakat pun dapat mengetahui sejarah warga keturunan Tionghoa dan sumbangsih mereka di Indonesia.
Aula Budi Luhur.
Untuk menuju ke museum ini, kami melalui Taman Budaya Tionghoa. Taman ini merupakan taman yang dibangun dengan menyuguhkan konsep bernuansa khas etnis Tionghoa. Di taman ini terdapat gazebo, patung Dewi Bulan, jembatan batu Sampek Eng Tay, dan Museum Laksamana Ceng Ho.
Taman Budaya Tionghoa
Jembatan menuju danau.
Di taman ini juga terdapat 12 macam shio dengan kisahnya. Konon Raja Langit mengundang semua binatang untuk menghadap. Yang pertama datang adalah tikus. Selanjutnya adalah kerbau, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, ayam, anjing, dan babi di urutan ke-12. Entah itu benar atau tidak, namun yang memudahkan adalah setiap shio akan berulang setelah 12 tahun. Sehingga memudahkan perhitungan umur orang.
Taman 12 Shio.
Babi mendapat pita karena tahun ini tahun babi.
Yang paling menarik adalah Monumen Perjuangan Laskar Tionghoa dan Jawa Melawan VOC. Dari monumen ini, maka terlihat jelas pada awalnya warga keturunan dan warga setempat bahu-membahu membela Indonesia dari para penjajah.
Monumen Perjuangan Tionghoa dan Jawa melawan VOC
Di samping Museum Laksamana Ceng Ho, terdapat gedung yang cukup besar, yaitu Gedung Museum Hakka Indonesia. Di gedung ini terdapat 3 lantai. Lantai pertama merupakan hall yang besar, lengkap dengan panggung. Hall ini dapat digunakan untuk acara-acara besar.
Kapal Laksamana Cheng Ho.
Peralatan dinasti Ching.
Di lantai kedua gedung ini terdapat Museum Tionghoa Indonesia. Dimulai dari saat orang-orang Tionghoa datang ke Indonesia dan berbaur dengan masyarakat setempat, baik di pulau Jawa, Sumatra, Bangka Belitung, Kalimantan, Bali,dan pulau-pulau lainnya.
Aktivitas orang Tionghoa di era kolonial.
Orang Tionghoa di Bangka Belitung.
Salah satu pekerjaan yang dilakoni warga keturunan pada masa Belanda: tukang cukur dan korek kuping.
Macam-macam timbangan yang digunakan pada masa itu.
Peralatan kantor, lengkap dengan sempoa.
Alat rumah tangga.
Yang tidak kalah menarik adalah Ruang Merah Putih. Diruangan ini terdapat foto tokoh-tokoh Tionghoa yang berjasa terhadap bangsa Indonesia. Salah satunya adalah John Lie.
John Lie, salah satu tokoh Tionghoa yang berjasa bagi Bangsa Indonesia.
Para pahlawan.
Di bagian akhir museum ini terdapat bagian kebudayaan Tionghoa yang juga menjadi kebudayaan Indonesia, seperti wayang Potehi, wayang kulit, gambang kromong. Bahkan batik pun mempunyai motif-motif yang bernuansa Tionghoa seperti burung phoenix dan naga.
Wayang potehi yang colorful.
Gambang kromong yang ternyata salah satu kebudayaan Tionghoa.
Batik hasil asimilasi kebudayaan.
Kereta jenazah zaman dahulu.
Di lantai 3 gedung ini terdapat Museum Hakka Indonesia dan Museum Yongding Hakka Indonesia. Hakka merupakan salah satu subsuku dari suku Han. Orang Hakka terkenal sebagai subsuku yang sering menjelajah kemana-mana. Awalnya nenek moyang orang Hakka berada di daerah Utara. Namun karena perang dan bencana alam, maka mereka pun pindah ke daerah Selatan. Salah satunya adalah di Fujian.

Berdasarkan sejarah yang ada, leluhur orang Hakka sudah mengalami migrasi besar-besaran sebanyak 6 kali. Yang pertama adalah saat di akhir Dinasti Jin dimana terjadi pemberontakan lima suku barbar. Karena tidak tahan menghadapi penjajahan, terjadilah migrasi besar-besaran ke selatan. Yang kedua terjadi saat masa dinasti Tang. Saat itu terjadi bencana alam dan Pemberontakan Anshi, maka sebagian leluhur Hakka yang dipimpin oleh Huangchao melakukan migrasi besar-besaran ke selatan. 

Meja abu dan tempat kumpul keluarga.
Yang ketiga terjadi saat kaisar dinasti Song bereksodus ke Selatan dan mendirikan dinasti nansong di kota Lingan. Karena suku Yuan menyerang ke dataran tengah, maka suku Han yang berdiam di aliran sungai Hoangho menyeberangi sungai untuk pergi ke Selatan dan sebagian ke Meizhou dan Huizhou. Pada masa inilah muncul istilah hakka atau Ke yang artinya tamu, karena suku Han yang bermigrasi merupakan pendatang di tempat baru. 
Ranjang pengantin, lengkap dengan double happiness.
Yang keempat terjadi saat masa kekuasaan Suku Man di Dataran Tengah. Para pejuang Hakka mengadakan perlawanan terhadap dinasti Qing di Fujian dan Guangdong. Karena kalah, maka mereka pun berpindah, ada yang ke Taiwan, Guangdong Utara, Barat, Tengah, Guangxi, Hunan, dan Sichuan. 

Kereta tandu.
Migrasi yang kelima terjadi setelah Perang Candu di tahun 1840. Pemberontakan Tai Ping Tian Guo mengalami kekalahan, sehingga mereka bermigrasi untuk menghindari pembalasan. Sebagian bermigrasi ke luar negeri. 
Alat musik tradisional.
Migrasi yang keenam di pertengahan abad 20, dengan tujuan untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Sebagian bermigrasi hingga ke Eropa dan Amerika. Pada saat ini orang Hakka telah menyebar di 5 benua dan 80 negara. 
Peti kayu untuk digunakan sebagai koper atau menyimpan barang.
Salah satu ciri khas yang dimiliki suku Hakka adalah tulou. Tulou, atau bangunan tanah, adalah tempat pemukiman orang Hakka yang istimewa di pegunungan Fujian. Tulou yang asli biasanya dibuat besar, tertutup dan bertingkat 3 sampai 5. Tulou dibangun dengan tanah yang ditumbuk tebal dan padat. Tulou yang besar dapat dihuni hingga seratus keluarga. Pada tahun 2008, tulou di Fujian dicatat sebagai salah satu cagar budaya oleh UNESCO.
Gambar tulou. 
Selain tulou, orang Hakka telah mendirikan berbagai macam bangunan, untuk menyesuaikan situasi dan kondisi setempat. Dari rumah segi empat, rumah lima sudut, dan rumah melingkar. Ciri khas semuanya adalah besar dan luas, mudah dihuni oleh keluarga besar dan diturunkan ke generasi-generasi berikutnya. Tidak heran bangunannya selalu kuat.
Peralatan pertanian yang dimiliki keluarga Hakka. 
Lion Dance Hakka.
Di bagian luar ruangan Museum Hakka Indonesia terdapat Museum Yongding Hakka Indonesia. Yongding merupakan salah satu kabupaten di provinsi Fujian. Di sini diperkenalkan tentang tokoh-tokoh terkenal dan juga obat-obatan tradisional Tionghoa.
Obat-obatan Tionghoa.
Rempah-rempah dan hewan-hewan untuk obat.
Kuliner Hakka yang juga digemari oleh orang-orang selain Hakka.
Sesuai dengan tujuan pembuatan museum ini, kami pun semakin mengetahui kontribusi warga keturunan Tionghoa atau etnis Tionghoa bagi bangsa Indonesia. Dimulai dari zaman Belanda, partisipasi pemuda dalam Sumpah Pemuda maupun dalam proses kemerdekaan bangsa Indonesia. Semuanya ini merupakan fakta bahwa etnis Tionghoa merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia, demi untuk memperkuat proses pembangunan bangsa.
Pejuang Hakka melawan penjajah. 
Selain Museum Hakka, masih banyak museum yang dapat dikunjungi di TMII ini, seperti PP IPTEK dan Dunia Air Tawar dan Dunia Serangga. Jadi, kalau memang sudah bingung mau jalan-jalan kemana, TMII dapat menjadi pilihan loh.
Pancoran tempo dulu. 
Sekilas Info
Museum Hakka Indonesia
Alamat: Taman Budaya Tionghoa Indonesia, TMII, Jakarta Timur
Telephone: 0816728846/081380331338/02192363682
Jam Operasional Museum: 09.00 – 16.00 (Selasa – Minggu), libur hari Senin.
HTM Museum: Gratis.

Jam Operasional TMII: 07.00 – 22.00
HTM Taman Mini:
Mobil: Rp 15.000,00
Motor: Rp 10.000,00
Bus/Truk: Rp 35.000,00

Tiket Pintu Masuk: Rp 20.000,00 (3 tahun sudah dikenakan biaya).