Sebagai tempat Portugis mendarat pertama kali di Asia, Malaka menyimpan
banyak kisah sejarah. Apalagi selama berabad-abad, Malaka dikuasai
berganti-gantian oleh Portugis, Belanda dan Inggris hingga kemerdekaan Malaysia
di tahun 1957. Hal ini membuat Malaka menjadi tempat berpusatnya berbagai macam
kebudayaan. Tidak heran pada tahun 2008 UNESCO menetapkan Malaka menjadi salah
satu world heritage. Hal ini membuat kami ingin melihat juga historical
site di Malaka. Oleh sebab itu, sebelum conference dimulai, kami sengaja mengambil satu hari untuk berkeliling melihat historical site di Malaka.
Setelah check in di SGI Vacation Club, kami pun memulai kunjungan kami untuk melihat bangunan-bangunan
tua yang penuh dengan sejarah tersebut. Supaya jalan tidak terlalu jauh, kami pun berjalan lewat Dataran Pahlawan
Mall. Mall yang satu ini merupakan salah satu mall besar di Malaka. Banyak
outlet brand-brand terkenal di mall ini. Mall ini terbagi dua dan di
tengah-tengahnya terdapat lapangan atau dataran yang besar. Keluar dari mall ini, kami pun sudah langsung
berada di depan jalan yang penuh dengan historical
site.
1. Porta De Santiago (A’Famosa)
|
Action dulu di depan meriam. |
Benteng ini didirikan oleh admiral Portugis, Alfonso d’Albuquerque (siapa
yang masih ingat pelajaran
sejarah dulu?) pada tahun 1511. Sayangnya pada saat Belanda menginvansi pada
tahun 1641, A’Famosa mengalami banyak kerusakan. Yang tersisa hanya gerbang
depannya dan juga meriam kuno. Walaupun demikian, tempat ini penuh oleh turis
yang ingin mengabadikan foto mereka di depan gerbang benteng ini. Di sini juga
sering ada pertunjukan seni oleh seniman yang mengecat tubuhnya dengan warna
emas ataupun perak.
|
A Famosa yang ramai dengan turis. |
Di dekat A’Famosa terdapat istana kesultanan Malaka. Istana ini merupakan replika dari bentuk istana
pada abad 15. Di dalam istana ini terdapat pameran-pameran yang berhubungan
dengan kebudayaan Malaka. Bagi turis yang mau masuk, jangan lupa siapkan 10 RM
untuk tiket masuk.
|
Kesultanan Malaka |
2. Jalan Kota.
|
Jalan Kota |
Di sepanjang jalan kota ini terdapat banyak muzium atau musium, yaitu Malay and
Islam World Museum, Stamps Museum, People’s and Kite Museum, UMNO Museum,
Islamic Museum, dan Architecture Museum. Museum-museum ini dapat dikunjungi.
Harga tiket masuknya pun bervariatif, dari 5 hingga 10 RM.
|
Museum Islam Melaka |
|
Musium UMNO Melaka |
Di depan museum-museum
ini terdapat
Coronation
Park. Di
Coronation Park
terdapat gerbong kereta dan pesawat yang didalamnya terdapat banyak souvenir.
Harganya pun murah-murah.
|
Tempat jual suvenir. |
Selain itu ada banyak becak wisata yang dapat dinaiki. Biasanya becak ini menawarkan
round trip dari satu tempat ke tempat lain. Ada juga yang hanya sekali jalan. Uniknya dari becak ini, saat naik becak akan ada lagu yang diputar, dari lagu Melayu, Indonesia, Mandarin, sampai lagu India. Harganya pun bervariasi dari 15 hingga 40 RM.
|
Abang becak yang menunggu turis-turis. |
3. St. Paul’s
Hill
|
St. Paul Malaka |
Gereja St. Paul merupakan salah satu bangunan bersejarah di Malaka yang dibangun pada tahun 1521. Bangunan gereja yang berada di atas bukit ini merupakan bangunan gereja tertua di Malaysia dan Asia Tenggara. Di gereja yang awalnya didedikasikan sebagai kapel sederhana inilah jenazah Fransiskus Xaverius, pionir misionaris Katolik di Asia Tenggara, disemayamkan di sini selama 8 bulan setelah beliau meninggal.
|
View dari bukit. |
|
Bagian dalam St. Paul |
Sama seperti
Ruin of St. Paul yang di Macau, gereja
St.
Paul yang ada di Malaka pun hanya tinggal reruntuhan.
Di bagian dalam gereja ini terdapat beberapa penjual souvenir. Sedangkan sejak
tahun 1952, di bagian depannya terdapat patung Fransiskus Xaverius. Patung yang
didirikan dalam rangka memperingati persinggahan beliau di Malaka yang
ke-400.
|
Patung Fransiskus Xaverius. |
4. Kawasan Red Square
|
Stadthuys. |
Kawasan
Red Square atau
Dutch Square
merupakan kawasan kota tua yang menjadi ikon di Malaka. Kawasan ini disebut
Red Square
karena seluruh dindingnya berwarna merah bata dengan arsitektur Eropa klasik. Salah
satunya adalah
Stadthuys. Dulunya
gedung ini digunakan sebagai balai
kota
atau gedung gubernur untuk menjalankan pemerintahan pada saat penjajahan.
Sekarang gedung ini berubah fungsi menjadi
museum sejarah dan etnografi.
|
Duo Lynns foto dengan becak baby shark. |
Di seberang jalan dari gedung ini terdapat Windmill yang menjadi ciri khas Belanda. Dikelilingi dengan
tanaman-tanaman, kincir angin ini membuat orang jadi berhenti untuk berfoto.
Yah, walau belum ke Belanda, tetapi sudah foto depan kincir angin=D
|
Windmill:) |
5. Christ Church
|
Christ Church |
Christ Church
juga termasuk salah satu bangunan yang ada di kawasan
Red Square. Gerej
a Anglikan ini berdiri sejak tahun
1753 oleh Belanda. Gereja ini dibangun selama 12 tahun. Hal yang menarik dari
gereja ini adalah langit-langit yang panjangnya sekitar 8 kaki ini berada dalam
satu konstruksi tanpa ada pengikatnya. Gereja ini masih digunakan sebagai
tempat ibadah di hari Minggu. Ada 3 ibadah yang diselenggarakan di hari Minggu,
yaitu ibadah dalam bahasa Inggris, Mandarin, dan juga bahasa Melayu.
6. Clock Tower dan Victoria Fountain
|
Victoria Tower |
Di depan
Red Square, terdapat
Victoria Fountain dan
Clock Tower atau menara jam Tan Beng
Swee. Papapun langsung menebak bahwa
Victoria
Fountain dan
Clock Tower ini
merupakan peninggalan saat Inggris berkuasa di Malaka. Maklum, hampir setiap
Negara
Commonwealth selalu memiliki dua ikon ini. Namun walaupun demikian,
Clock Tower ini merupakan pemberian dari
Tan Jiak Kim untuk memenuhi keinginan ayahnya, Tan Beng Swee.
Itulah sebabnya menara jam ini juga bernama menara
jam Tan Beng Swee.
|
Adik yang teler pun tidak mau melewatkan berfoto di depan Clock tower. |
Selain itu, di depan kawasan Red
Square ini juga terdapat tulisan I
Love Malaka. Sama seperti saat berkeliling di Colonial Walk Kuala Lumpur, kami pun antri untuk berfoto di tulisan ini.
Sayangnya sebagian turis tidak mau mengantri. Turis dari Mainland pun dengan
asyik langsung melompat tanpat mengikuti antrian yang jelas. Awalnya kami diam
saja, berhubung tidak bisa menegur oma opa ini. Namun lama-lama, mereka semakin semaunya.
Anak-anak pun mulai mengeluh. Akhirnya kami pun memberanikan diri menyuruh
anak-anak untuk langsung berdiri di depan tulisan tersebut.
|
Spot foto yang ramai. |
7. Berjalan menyusuri sungai
Malaka
|
Melaka River |
Sungai Malaka yang terdekat dari rute kami saat itu adalah yang di sekitar
Jonker Street. Di sepanjang sungai ini terdapat banyak restoran. Jadi sambil
makan, pengunjung dapat menikmati suasana di pinggir sungai. Banyak turis yang
mengambil momen romantis ini bersama pasangannya. Namun tidak menutup
kemungkinan juga bagi keluarga untuk makan di pinggir sungai ini.
|
Melaka River Cruise |
Di sungai ini juga terdapat Malaka
River Cruise. Selama 45 menit, penumpang yang naik diatas kapal ini akan
diajak melintasi sungai Malaka sambil mendengarkan dokumenter dalam bentuk audio.
8. Jonker
Street
|
Jonker Street |
Terkenal sebagai tempat dimana kolektor barang antik mencari barang, Jonker
Street pun terkenal sebagai tempat untuk mencari makan malam dan suvenir. Bahkan
di akhir pekan, disepanjang jalan Jonker ini ada pasar malam. Saat kami datang,
karena hari biasa, suasana di Jonker tidaklah begitu ramai. Namun kami
mendapati bahwa harga suvenir di tempat ini lebih murah daripada yang di Coronation Park.
|
Ondeh Melaka yang seperti kue klepon. |
Berhubung sudah jam enam malam, kami mencari makan malam di daerah ini. Penasaran dengan makanan khas di sini, hainanese rice ball, kami pun mampir ke
Farmosa. Kami pun memesan makanan khas mereka yaitu rice ball, kalau kata adik
nasi kepal. Rasa makanannya cukup enak, hanya saja porsinya kecil.
Setelah makan, kami pun berjalan kembali menuju hotel. Rute yang kami pilih
agak sedikit berbeda, dengan tujuan untuk melihat sisi yang lainnya. Yang
pertama kami lalui adalah Museum Bahari. Flor
de Mar atau Maritime Museum
merupakan replika kapal Portugis yang terdampar di Pantai Malaka. Museum ini berisi
sejarah bahari di Malaka dan masa kejayaan kesultanan Malaka. Untuk masuk ke
museum ini, pengunjung harus membayar tiket masuk.
|
Museum Bahari |
Yang uniknya dari kota Malaka adalah hampir disetiap sudut kota terdapat
bekas benteng-benteng. Salah satunya adalah The Fort of Frederik Hendrik. Walau
sudah menjadi reruntuhan, namun pemerintah menjaganya dan menjadikannya sebagai
salah satu historical site yang dapat dilihat.
|
Peninggalan The Fort do Frederik Hendrik. |
Kami pun mampir sebentar ke Mahkota Parade yang terletak berseberangan
dengan Dataran Pahlawan. Mall ini cukup besar dan lengkap. Tujuan kami adalah
untuk mencari supermarket. Di sini ada Giant, yang harganya cukup murah. Di
Giant ini tidak disediakan plastik. Jadi kalau mau belanja, harus bawa tas
sendiri atau membeli tas Go Green
dari mereka.
|
Dipavali |
Selain itu di Mahkota Parade ada Daiso. Kami pun menyempatkan diri untuk mampir.
Daiso di sini cukup lengkap, dibandingkan
Daiso di Sungei Wang. Banyak barang yang tidak ada di Indonesia namun ada di
sini, terutama pernik-pernik untuk anak-anak.
Selesai berbelanja, kami pun kembali ke hotel. Kami memutuskan untuk naik
grab, walau jaraknya tidak jauh. Lumayan menenteng air minum yang kami beli. Saat
kami memesan Grab, ternyata kami mendapatkan pengemudi yang tidak dapat
berbicara dan mendengar. Pengalaman pertama kami naik mobil yang dikendarai oleh
pengemudi yang tuna wicara. Namun walaupun tuna wicara, auntie ini sangat ramah
dan kami pun tiba di hotel tanpa kekurangan suatu apapun.
Pengalaman anak-anak berkeliling melihat historical site di Malaka memang cukup menarik. Walau mereka tidak
begitu memahami kenapa di Malaka bisa banyak peninggalan yang berbeda-beda,
namun mereka menikmati melihat-lihat dan berkeliling. Lumayan, untuk jadi bahan
saat mengajar sejarah =D