Pages

Thursday, June 23, 2016

Lotte Mart Seoul Station dan Arex All Stop

Setelah kami mengisi tenaga kami dengan kalguksu yang yummy, kami siap melanjutkan perjalanan kami selanjutnya menuju Lotte Mart Seoul Station. Percaya tidak percaya, salah satu kebahagiaan Duo Lynns adalah mengunjungi supermarket. Mereka bisa semangat membuat list belanja, yang satu menulis apa yang saya diktekan dan yang satunya membuat gambarnya karena belum dapat menulis, dan mengingatkan saya atau papanya atau opanya untuk berbelanja ini atau itu. Dapat dikatakan berbelanja merupakan saat kebersamaan yang disukai anak-anak (entah saya harus bahagia atau harus menangis). Oleh sebab itu saat mereka mengetahui akan pergi ke Lotte Mart, mereka semangat sekali dan bahkan bertanya di sini juga ada Lotte Mart ya Mama. Mereka tidak tahu Lotte Mart berasal dari Korea. Dan uniknya Lotte Mart (dan department store lainnya di Korea), mereka mempunyai hari tertentu untuk tutup. Tujuannya supaya tidak mematikan pasar tradisional yang ada. 

Untuk menuju Lotte Mart tidaklah susah. Cukup naik MTR dari stasiun Myeongdong menuju stasiun Seoul (dua stasiun saja), dan keluar melalui exit 1. Mudah bukan? Karena jam kami pergi adalah peak hour, maka MTR penuh dengan orang-orang yang baru pulang kerja. Kami dengan senang hati berdiri, sampai ada satu bapak yang memanggil saya untuk duduk karena saya membawa anak-anak. Saya mempersilakan beliau untuk duduk, kan saya masih muda :)

Setelah keluar MTR, ternyata jalan menuju Lotte Mart tidak semudah yang kami bayangkan. Jalannya lumayan jauh dan naik turun, padahal masih di dalam area stasiun Seoul. Pantaslah stasiun Seoul punya banyak exit, secara besar sekali. Kami hanya mengikuti petunjuk yang ada dan akhirnya kami sampai di area outdoor menuju Lotte Mart. Suhu yang bertambah dingin tidak dapat menutupi rasa senang kami melihat lampu-lampu yang ada. Memang pemandangan lampu pada malam hari selalu menjadi daya tarik tersendiri.

Lotte Outlets yang berdampingan dengan Lotte Mart, sumber foto: visitkorea.or.kr
Kami masuk ke dalam Lotte Mart dan mulai melihat sana-sini. Mungkin karena Sabtu malam, Lotte penuh sekali. Apalagi banyak yang menawarkan tester makanan. Di salah satu sudut terletak barang-barang Jepang Daiso. Tujuan kami adalah membeli oleh-oleh seperti brown rice green tea, rumput laut, banana milk, dan cemilan-cemilan yang tidak ada di Indonesia. Bagi para tea lovers, teh hijau dengan beras merah merupakan minuman yang patut dicoba. Kami mencoba teh ini saat di pesawat dan kami suka dengan aroma beras dalam tehnya. Untuk rumput laut, carilah rasa-rasa yang tidak ada di Indonesia. Sedangkan banana milk atau susu dengan rasa pisang merupakan favorit teman saya yang baru menyelesaikan pendidikan S2-nya di Korea. Ia menyarankan saya untuk mencobanya. Memang sih, kalau lagi nonton film Korea, banyak orang yang minum susu pisang ini saat di tempat pemandian umum (jimjilbang). Begitulah kalau orang yang doyan nyemil belanja, bukan cari baju tetapi cari makanan. Kalau tidak ingat kami akan melanjutkan perjalanan kembali, mungkin kami akan memborong banyak makanan. 
Beberapa hasil belanjaan kami.
Setelah mendapatkan cemilan yang kami inginkan, kami mencari food court untuk membelikan cemilan untuk oma. Fishcake soup dan kroket Korea pun menjadi pilihan kami. Kroket ini ukurannya besar, jadi saya membeli tiga jenis kroket berbeda. Selesai belanja kami segera menuju kasir karena antriannya lumayan panjang. Yang membuat kami kagum adalah petugas kasir di sini bergerak cepat. Sehingga antrian yang lumayan panjang pun bergerak dengan cepat. Dan mereka tidak menyediakan plastik. Diharapkan yang belanja membawa plastik sendiri. Bagaimana kalau sudah datang tetapi tidak membawa plastik? Di dekat situ ada kardus yang dapat dipakai untuk mengepak belanjaan kita.Mereka juga menyediakan tali dan isolasi.

Yang saya lihat banyak sekali yang beli sampai berkardus-kardus. Dan yang dibeli dari minuman sampai mi instan. Apakah mereka membawa semua kardus itu sendiri? Ternyata tidak. Mereka memaketkan kardus-kardus tersebut ke negara asal mereka. Lotte Mart bekerja sama dengan EMS, ekspedisi internasional. Jadi setiap pengunjung tidak perlu repot-repot menenteng kardus-kardus tersebut. Cukup bayar biaya pengiriman dan EMS akan mengirimkan ke negara asalnya. Bisa jadi kiriman sudah sampai sebelum mereka selesai berlibur. Inovasi yang bagus. Memudahkan pembeli dan membuat pembeli membeli banyak barang tanpa repot membawa pulang barangnya (hanya perlu mengeluarkan uang dari kantongnya:D). Tapi ada yang bilang, kalau ke Indonesia mereka tidak menjamin barang sampai dengan lengkap. Duh, jadi malu.

Satu lagi kebahagiaan orang-orang yang berbelanja di Korea adalah Korea mengenal sistem tax refund. Bagi para turis asing, pengunjung, ataupun non-resident, jika mereka membeli barang-barang dari toko-toko yang berpartisipasi dalam tax refund (seperti duty free shop), para pembeli  berhak untuk mendapatkan refund atau pengembalian untuk value added tax (VAT)  dan juga individual consumption tax (ICT) pada barang yang akan mereka beli. VAT itu seperti PPN. Dengan syarat belanja minimal 30.000 KRW, mereka dapat mengklaim tax refund. Di Lotte Mart ini terdapat counter untuk mengurus tax refund. Jadi mereka akan memberikan formulir untuk diisi dan nanti sebelum meninggalkan Korea, biasanya di bandara, kita dapat mengklaim tax refund ini. Jika mereka melihat kita tidak berbohong dan barangnya ada, maka mereka akan memberikan uang (seperti cashback) kepada kita. Besarnya adalah 5-10% dari pembelian kita.

Kami menunggu di suatu sudut sementara papa menunjukkan struk belanja kami ke petugas di counter tax refund. Setelah itu kami kembali berjalan melalui Lotte Outlets yang memang terletak berdampingan dengan Lotte Mart. Bagi yang suka belanja, biasanya akan mampir ke Lotte Outlets. Tetapi kami langsung menuju Seoul Station, yang tidak sejauh saat kami datang, dan menuju line 4 untuk menuju stasiun Chungmuro. Malam Minggu memang baru dimulai. Dimana-mana terlihat pasangan-pasangan yang sedang berduaan.

Sesampainya di Mago, kami bertemu Charlie dan dia memastikan bahwa besok kami akan check out. Dia menawarkan diri untuk mengantar kami ke depan stasiun Chungmuro. Kami dengan senang hati menerimanya, daripada jalan pagi-pagi dan dingin-dingin dengan membawa koper. Kami segera membereskan barang-barang yang kami beli dan merapikan koper, karena besok pagi-pagi sekali kami harus menuju bandara. Sementara kami merapikan barang, oma menikmati fishcake soup dan kroketnya. Oma berkata enak (senanglah hati orang yang membelinya). Sementara adik dan kakak mencoba susu pisang. Kakak doyan sekali, tetapi adik tidak suka. Adik lebih memilih  Ultra putih. Setelah urusan packing selesai, dan menghabiskan kroket dan fishcake soup, kami segera tidur.

Keesokan harinya, pada pukul 05.30, kami sudah siap untuk meninggalkan Mago. Tetapi Charlie belum terlihat di area ruang makan. Akhirnya kami menunggu sampai pukul 06.00. Saya menyarankan papa untuk mengetuk pintu kamar yang di dekat meja makan. Ternyata Charlie ketiduran. Dia segera memakai jaket dan mencuci muka, kemudian memberikan deposit kami dan mengantar kami ke depan stasiun.

Kami mengucapkan terima kasih untuk pelayanan dan kebaikan dari tim Mago. Setelah itu kami cepat-cepat menuju line 4 untuk naik kereta ke stasiun Seoul. Rencana kami adalah naik arex lagi. Cara menuju platform untuk arex sama seperti cara kami datang, hanya mengikuti petunjuk yang ada. Karena waktu yang terbatas dan agak susah mencari loket untuk arex non stop, maka kami menaiki arex all stop.

Untuk naik Arex all stop, kita tidak perlu membeli tiket khusus. Cukup gunakan T-Money, maka kita bisa langsung naik dan saat sampai di Incheon airport, tempelkan saja kartu T-Money. Naik Arex all stop memang seperti naik MTR biasa, tetapi bedanya ada TV di dalam gerbong. Saat kami menunggu, beberapa ibu-ibu bolak-balik melirik kepada kakak sambil berkata matanya besar. Seorang ibu bertanya apakah kakak umur tujuh tahun. Saya menjawab dengan sopan umur lima tahun. Dia bilang besar juga ya. Memang kakak termasuk tinggi untuk anak umur lima tahun. 

Dalam waktu 53 menit kami sampai di incheon airport. Kami menuju counter untuk check in yang ternyata panjangnya bukan main. Padahal waktu keberangkatan masih dua setengah jam lagi. Kami sedikit menyesal lupa web check in semalam. Ternyata antrian menjadi panjang karena semua penumpang Korean Air tujuan manapun boleh antri jadi satu. Saya sempat bertanya kepada petugas bagaimana jika tidak keburu karena pesawat kami jalan pukul 09.50. Dia berkata jika sampai pukul 08.30 kami masih mengantri, silakan cari dia kembali.

Kami menunggu dan menunggu, dan melihat antrian di area imigrasi pun masih panjang. Lupakanlah kemungkinan bagi kami untuk makan pagi di sini. Saat jam 08.30 kami segera mencari petugas yang tadi kami tanya. Di depan kami masih ada 3 antrian lagi. Tapi kami takut telat dan pemeriksaan biasanya panjang. Petugas tersebut menunjukkan counter khusus di belakang counter kami mengantri. Ternyata bagi penumpang yang kepepet dengan waktu boarding dioper ke counter tersebut. Pemeriksaan bagasi dan passport pun ditempatkan di situ. 

Setelah selesai, mereka memberitahu kami untuk masuk melalui jalur khusus di sebelah kanan kami. Wow.... Pengalaman baru bagi kami. Yang biasanya melalui screening check 2 kali, kami hanya melalui satu kali. 

Karena waktu sudah menunjukkan pukul 09.20, papa dan kakak berlari menuju gate. Sementara saya, adik, dan oma berjalan menuju gate tersebut. Karena sudah mepet waktunya, kami tidak jadi mengklaim tax refund kami. Bahkan hobby kami berjalan-jalan di dalam bandara pun tidak mungkin dilakukan. 

Incheon airport sungguh besar sehingga jalan pun rasanya jauh. Saat kami berjalan terdengarlah pengumuman bahwa pesawat kami di-delay 15 menit. Tersenyumlah kami. Tuhan mengatur semua tepat waktu. Begitu kami sampai di gate, oma segera mencari duduk karena capek berjalan jauh. 

Tak berapa lama kemudian, setiap penumpang dengan anak diminta baris untuk masuk ke pesawat terlebih dahulu. Kami pun berbaris dan disuruh masuk duluan. Tetapi ternyata tujuan kami disuruh masuk duluan adalah untuk diperiksa. Papa terpilih secara random untuk diperiksa sepatu dan tasnya. Ketat sekali pemeriksaan di sini. Mereka memeriksa dengan sopan dan teliti dan setelah itu kami dipersilakan untuk naik ke dalam pesawat. 

Kami disambut oleh pramugari-pramugari yang begitu sopan dan manis. Dan setelah kami duduk, perjalanan kami akan segera dimulai kembali. Goodbye Korea...see you on January.

Next: Seoul di bulan Januari

Sekilas Informasi
Lotte Mart Seoul Station
Jam operasi: 10.00 - 24.00, tutup hari Minggu (minggu kedua dan keempat)
Cara menuju ke sana: stasiun Seoul exit 1, jalan mengikuti petunjuk (kurang lebih 15 menit)
Pintu masuk dan tanda lampu Lotte Mart
Note: Untuk cerita lebih lengkap mengenai liburan kami di Seoul, silakan klik link berikut ini.

Monday, June 20, 2016

Namsangol Hanok Village dan Myeongdong

Setelah melepaskan lelah semalam, anak-anak dibalur minyak tawon semalam, kami siap berpetualang kembali di Seoul. Hari ketiga kami di Seoul berisikan agenda mengunjungi Namsangol Hanok Village, Hello Kitty Cafe di Hongdae, lalu menjelajah Myeongdong (termasuk foto hanbok gratis di MDTIC), dan mengunjungi Lotte Mart di stasiun seoul. Berhubung oma sudah tepar berjalan-jalan kemarin, maka hari ini oma memutuskan untuk diam di guesthouse. Akhirnya kami menjelajah berempat saja. 

Tujuan kami yang pertama adalah Namsangol Hanok Village. Namsangol Hanok Village merupakan perkampungan buatan yang terdiri dari lima hanok, rumah tradisional Korea, dari zaman dinasti Joseon. Posisi village ini berada di bawah kaki Namsan (Nam = nan = selatan, san = gunung). Village ini sengaja dibuat untuk membantu turis, lokal atau domestik, mengenal kebudayaan orang Korea. Lima rumah yang ada di sini merepresentasikan lima rumah atau hanok dari lima golongan masyarakat dari golongan menengah sampai pejabat pemerintahan, orang yang dihormati dan aristokrat. 

Biasanya turis suka bingung mau ke Namsangol atau ke Bukchon. Perbedaannya, Namsangol merupakan hanok buatan (re-model) dari hanok orang-orang tertentu di tempat lain. Karena re-model, maka semuanya sama seperti hanok yang asli tetapi semuanya berada di situ dalam jarak yang dekat-dekat. Kalau Bukchon seperti perumahan yang masih tradisional di belakang istana Gyeongbokgung. Berkunjung ke Bukchon tentu kelihatan lebih alami, dengan jalan yang naik turun, tetapi jangan terlalu berisik karena masih ada yang meninggali rumah-rumah tersebut. Tetapi susah untuk mengenal kebudayaan masyarakat Korea di Bukchon. Untuk foto-foto akan sangat bagus sih, seperti di film Personal Taste-nya Lee Min Ho oppa. Kalau bawa anak-anak sih saya lebih menyarankan ke Namsangol. Selain jalannya tidak terlalu naik turun, ada hal-hal tertentu yang dapat dilihat oleh mereka. Bahkan kalau waktunya tempat, mereka bisa ikut memainkan permainan tradisional ataupun melihat pertunjukan.


Untuk masuk ke tempat ini, kita tidak ditarik biaya apa-apa alias gratis. Namun untuk mengikuti kegiatan kebudayaan yang ada di sana, tidak semuanya gratis. Ada beberapa kegiatan yang harus dibayar oleh pengunjung. Karena kami datang saat winter, maka kegiatannya tidak banyak. Biasanya hari Sabtu siang suka ada orang yang menikah di tempat ini, dan turis dapat berfoto bersama pengantin yang mengenakan pakaian tradisional mereka.

Selain hanok, di area ini terdapat taman yang indah dan time capsule. Time capsule ini dibuat dalam rangka memeringati ulang tahun Seoul ke 600. Pemerintah Seoul memasukkan benda-benda yang dianggap penting, berbau budaya, ke dalam suatu capsule pada tahun 1994, dan menutupnya. Capsule tersebut tidak akan dibuka sampai dengan tahun 2394. Tujuannya adalah supaya generasi mendatang mengetahui sejarah dan budaya mereka dan tetap melestarikannya. Pemikiran yang jauh ke depan. 

Namsangol Hanok Village terletak di depan Mago guesthouse. Dan untuk berjalan ke sana, tidaklah jauh. Hanya saja memang harus melewati perumahan warga dan jalannya naik turun. Suhu pagi ini memang lebih turun daripada kemarin, sekitar 5 celcius, tetapi karena faktor angin tertulisnya seperti 2 celcius. Tetapi lucunya anak-anak malah lebih senang, mereka menikmati meniup udara dan melihat ada asap (atau uap?) dari mulut mereka. Norak bukan? Mamanya juga kok:P

Kami berjalan mengikuti peta yang sudah saya cari sebelum jalan ke Korea. Karena kami berjalan dari belakang Namsangol Hanok Village, maka kami akan masuk dari taman di bagian belakangnya. Kami berjalan dan melewati time capsule. Di taman itu, karena musim dingin hanya terlihat pohon-pohon yang tidak adak daunnya. Tetapi karena banyak, malah terlihat begitu indah. Hebatnya Tuhan, bahkan dalam keadaan tak ada daun pun dahan-dahan terlihat indah. Sambil kami berjalan, kami melihat pasangan yang sedang foto pre-wedding


Akhirnya kami sampai ke depan pelataran perkampungan hanok. Di pelataran tersebut terdapat panggung yang besar. Panggung tersebut terletak di depan kolam. Biasanya panggung ini digunakan untuk pertunjukan seni. Di depannya terdapat tangga-tangga untuk duduk dan menonton. Anak-anak tidak tahan melihatnya. Mereka langsung menari dan bernyanyi sementara papa sibuk memfoto.

Atas: undakan untuk duduk yang digunakan sebagai tempat show oleh Duo Lynns
Bawah kiri: Panggung untuk pertunjukan. Bawah kanan: Pose di depan hanok dengan background N Seoul Tower
Atas: Pintu masuk Village. Bawah: denah lima buah hanok dan tour guide-nya
Peta Namsangol Hanok Village beserta time capsule dan taman. Bentuknya seperti beruang. 
Kami masuk dari bagian kepala. Sumber foto: wikipedia
Kami masuk ke dalam sebentar, dan melihat-lihat hanok dari dalam. Biasanya turis yang mengunjungi Namsangol Hanok Village melanjutkan jalan-jalannya menuju N-Seoul Tower. Tapi karena jalannya yang menanjak dan anak-anak rasanya belum mengerti juga, maka kami menghilangkan N-Seoul Tower dalam itinerary kami dan menggantinya dengan Hello Kitty Cafe di Hongdae. 

Untuk menuju Hello Kitty Cafe di Hongdae, kami berjalan kembali ke stasiun Chungmuro. Untuk ulasan yang lebih banyak tentang HK Cafe, dapat dibuka link ini.


Setelah dari HK Cafe, kami berjalan menyusuri Hongtong Street menuju stasiun Hongik. Di sepanjang jalan dipenuhi dengan orang-orang yang berjualan pakaian dan accesories yang katanya murah-murah. Jalan ke depan pun susah karena penuh dengan anak-anak muda yang memenuhi jalan-jalan ini.

Tujuan kami berikutnya adalah Myeongdong. Myeongdong merupakan salah satu daerah yang ramai di Seoul. Bahkan bagi turis yang suka berbelanja, Myeongdong adalah salah satu tujuan utama. Namun bukan hanya berbelanja, di Myeongdong banyak juga makanan enak, pertunjukan seperti Nanta, dan cafe-cafe yang tematik. Saat kami di Indonesia pun, Visit Korea di Indonesia menyarankan bagi short term visitor untuk mencari tempat tinggal di daerah Myeongdong atau Namsan.

Berjalan menyusuri Myeongdong memang seperti berjalan di Beijing. Hampir semua sales akan menyapa kami dalam bahasa Mandarin. Menurut artikel visitseoul.net yang saya baca sebelumnya, dua daerah di Seoul yang seperti berada di luar negeri yaitu Myeongdong dan Itaewon. Myeongdong seperti little China dan Itaewon seperti dunia kecil yang berada di Seoul. Pada tahun 1882 terjadi bentrokan antara tentara yang menerima pelatihan baru dengan orang-orang yang memilih pelatihan tradisional di Korea. China mengirimkan pasukan untuk membantu menundukkan konflik, yang disebut insiden Imo. Saat itulah tentara dan para pedagang datang ke Korea dan beberapa dari mereka menetap di Soul dan membuka toko menjual sutra dan barang-barang lainnya. Myeongdong pun menjadi distrik pusat untuk pedagang China. Maka tak heranlah di sayap kiri Myeongdong sudah seperti China Town, dipenuhi dengan rumah makan Chinese food ala Korea, kedutaan besar China, sekolah dasar Seoul Chinese, dan overseas association

Peta daerah Myeongdong, sumber foto: cavinteo.blogspot.com

Karena tujuan pertama kami adalah menuju MDTIC untuk foto hanbok gratis, maka dari stasiun Hongik kami naik MRT menuju Euljiro 1-ga. Kedua stasiun ini sama-sama di line 2 (line hijau). Kami keluar dari exit 6 dan berjalan lurus mengikuti peta. MDTIC terletak di gedung KEB, dan mudah untuk dikenali. Bagian pariwisata di Seoul membuat standard dengan memberikan lambang huruf i dalam lingkaran sebagai lambang tourist information center. Dan andaikan bingung, jika bertemu mas atau mbak oppa atau unnie dengan rompi merah berlambang i, tanya saja tanpa malu-malu. Mereka memang orang-orang yang bertugas membantu turis. Hebat bukan?
Tampak depan MDTIC. Sumber foto: MDTIC homepage
Berdasarkan review yang saya baca, MDTIC biasanya sangat ramai pada hari Sabtu. Dan karena sedang merayakan ulang tahun ke-2, MDTIC menawarkan banyak program dan dari yang saya baca, biasanya antri untuk foto hanbok. Bahkan saya sempat mengirim email (kebiasaan untuk memastikan langsung dari sumbernya) dan dijawab biasanya memang ramai. Tapi hari itu sepi sekali. Tidak ada antrian untuk foto. Kami langsung diantar ke ruang untuk foto hanbok. 

Petugas di sana sangat ramah, apalagi melihat kakak yang matanya besar dan adik yang mungil seperti anak Korea. Mereka membantu memilihkan baju dan memberi tahu cara untuk melakukan foto. Sistemnya adalah self service. Kita dapat memilih background yang kita inginkan, lalu tekan tombol untuk foto. Setelah itu beberapa detik kemudian kamera akan otomatis memfoto kita. Jika kita suka hasilnya, foto tersebut dapat langsung dikirim melalui email kita, kita yang masukin sendiri, dan jika tidak suka kita bisa ambil ulang. Waktu yang diberikan adalah 10 menit. Tetapi karena tidak ada antrian, kami diijinkan lebih dari 10 menit. 

Selesai berfoto, kami diminta untuk mengisi ucapan selamat ulang tahun yang dapat ditukarkan dengan souvenir. Kakak mendapatkan postcard dan adik mendapatkan pop up card. Saat saya mau mengambil undian, petugas disana kasak kusuk dan mengarahkan tangan saya mengambil undian yang mereka inginkan. Ternyata hadiahnya adalah moisturizer chia seed dari Faceshop. Dan mereka yang kesenangan saat saya mendapatkan itu. Hm...apa karena muka saya kalah mulus dari mereka ya, jadi mereka kepingin sekali saya mendapatkan hadiah itu =)). Anyway, gamsahamnida :)
Duo Lynns dengan hanbok. Sudah seperti anak Korea
Agenda kami berikutnya adalah bertemu teman SMA saya yang sedang menyelesaikan kuliah di sini. Dulu kami satu kelas saat kelas dua dan sudah lama sekali tidak bertemu. Jadi saat saya tahu mau ke Seoul, kepingin rasanya bertemu. Teman saya mendapatkan suami orang Korea. Kami janjian bertemu di MDTIC. Tak lama kemudian mereka datang. Lisa dan Daewoo, teman SMA saya dan suaminya, mengajak kami makan patjuk di salah satu tempat dessert di Myeongdong.

Patjuk (팥죽), atau bubur kacang merah, merupakan makanan ciri khas orang Korea yang biasanya dimakan saat musim dingin. Jika masyarakat Tiong Hoa merayakan winter solstice (hari terpendek dan malam terpanjang saat musim dingin) dengan makan onde atau ronde, makan masyarakat Korea mempunyai adat yang menyerupai. Pada hari raya Dongjinal, yang bertepatan dengan winter solstice (sekitar tanggal 22 Desember), masyarakat Korea memakan Donji patjuk yang berisikan onde kecil yang melambangkan telur burung yang kecil(seperti burung puyuh). Saat memakannya, jumlah onde yang dimakan harus sesuai umurnya. Bisa dibayangkan orang yang umur 70 tahun harus makan 70 onde. Sama seperti hari onde dalam tradisi orang Chinese, ada cerita tersendiri dibalik patjuk ini. Tetapi ceritanya lebih menyerupai cerita tentang latar belakang munculnya angpao (berhubungan dengan warna merah yang dapat mengusir roh jahat). 

Patjuk dipercaya dapat membuat roh jahat pergi. Merah merupakan simbol warna dari energi positif yang dapat mengalahkan energi negatif. Diceritakan pada zaman dahulu kala ada seorang yang sangat jahat meninggal karena sakit dan setelah itu ia menjadi roh jahat yang menebarkan penyakit epidemik. Masyarakat sangat takut pada monster ini. Lalu mereka teringat semasa hidupnya, roh jahat ini tidak suka sup kacang merah. Lalu mereka membuat sup kacang merah dan menebarkannya di sekitar rumah mereka. Penyakit tersebut menghilang. Sejak saat itu patjuk dipercaya sebagai makanan yang dibenci oleh roh-roh.

Namanya teman lama bertemu, ada sukacita tersendiri dan keseruan tersendiri. Berbicara dari A sampai Z, membahas segalanya. Sayangnya karena waktu yang terbatas, kami tidak dapat berlama-lama bercengkrama. Kami menyempatkan diri wefie sebelum berpisah. Agak nge-blur sih, maklum belum jago pake tongsis =)) Thank you for the dessert, Lisa and Daewoo.
Berpose bersama Lisa dan Daewoo.
감사함니다 리사 &  대우
Setelah itu kami berjalan menuju money changer. Berdasarkan hasil googling, money changer dengan rate yang bagus berada di dekat kedutaan besar China. Maka kami berjalan melalui myeongdong 4-gil. Sepanjang jalan dipenuhi dengan toko-toko kosmetik, suvenir, dan baju-baju. Bagi yang suka belanja, mungkin melalui jalan ini bisa tergoda untuk berhenti. Kami berbelok ke daerah kedutaan. Ternyata banyak kios-kios kecil yang menjual obat-obatan China. Betul-betul seperti China Town.

Untuk menukar uang, kami mencoba membandingkan rate antara satu money changer dengan money changer lainnya. Kami mendapatkan satu money changer dengan rate yang paling bagus di dekat rumah makan Chinese food. Tempatnya sih kecil, tetapi ternyata penuh dengan orang.

Kami melanjutkan perjalanan kami menuju Uniqlo flagship store. Uniqlo flagship store terletak di satu tempat dengan CGV, dekat dengan exit 7 stasiun Myeongong. Dan karena flagship store, maka barangnya lengkap. Tujuan utama adalah mencari baju untuk keponakan yang besar di negeri Paman Sam. Duo Lynns sibuk memilih kaos berkerah lengan panjang untuk kakak-kakaknya. Duo Lynns pun tak mau ketinggalan untuk mencari baju bergambar Minnie Mouse. Akhirnya ditemukan juga semi dress Minnie Mouse yang lucu dan sedang diskon :D

Berhubung sudah mulai gelap, maka kami memutuskan untuk segera makan malam. Kebiasaan kami kalau pergi-pergi adalah makan malam lebih awal supaya bisa dapat tempat, apalagi kalau tempat makannya termasuk tempat makan favorit. Tujuan kami adalah Myeongdong Kyoja. Myeongdong Kyoja adalah tempat makan mie dan kyoja atau pangsit rebus. Myeongdong Kyoja sangat terkenal dengan handmade kalguksu (mi yang dipotong dengan pisau, dibuat seperti lamien). Dingin-dingin makan mi kuah pasti enak kan.


Cara menuju Myeongdong Kyoja. Sumber: mdkj.co.kr
Saat kami datang, kami langsung disuruh ke atas. Dan sampai di atas, tempat makan penuh sekali. Tetapi kami segera mendapatkan tempat duduk. Menu di sini sangat sederhana, memudahkan pengunjung untuk memesan. Mereka menyediakan kyoja, kalguksu (mie kuah), bibimguksu (mie pedas). Kami memesan dua kalguksu dan satu porsi kyoja. Setelah seorang imo mencatat pesanan kami, kami diminta langsung membayar. Senangnya makan di Korea, tax sudah temasuk di dalam harga makanan. Dan mie-nya boleh free refill. Sambil menunggu mie mereka memberikan kimchi kepada kami. Kimchi-nya pun mantap. Tak lama kemudian, makanan yang kami pesan datang. Wah, tak perlu menambah mie juga pasti kenyang ini sih, porsinya besar sekali. Anak-anak makan dengan penuh semangat.
Menu yang kami pesan di Myeongdong Kyoja. Sumber foto: mdkj.co.kr
Selesai makan, dan setelah ke toilet, kami siap melanjutkan perjalanan kami selanjutnya menuju Lotte Mart. 
Atas: patjuk dan banana milk.
Bawah: wafel dan green tea latte di HK Cafe
Next: Lotte Mart dan Arex All Stop


Sekilas Informasi
Namsangol Hanok Village
Website: http://www.hanokmaeul.or.kr/ (dalam bahasa Korea, tetapi bisa diterjemahkan oleh Chrome)
Jam operasi:
April - Oktober: 09.00 - 21.00
November - Maret: 09.00-20.00
Tutup pada hari Selasa.
HTM: free
Cara menuju ke sana: stasiun Chungmuro exit 3 atau 4

Myeongdong Tourist Information Center (MDTIC)

Homepage: https://www.facebook.com/MyeongdongTouristInformationCenter
Jam operasi: 09.00 - 20.00
 HTM : free
Cara menuju ke sana:
Stasiun Euljiro 1-ga exit 6, jalan lurus sampai terlihat gedung KEB.

Myeongdong Kyoja: 
Website: http://www.mdkj.co.kr/en/
Jam operasi: 10.30 - 21.30
Harga makanan: semua 8.000 won, kecuali dumpling 10.000 won
Cara menuju ke sana:
stasiun Myeongdong exit 8, jalan 200m mengikuti peta
stasiun Euljiro 1-ga exit 5, jalan mengikuti peta

Note: Untuk cerita lebih lengkap mengenai liburan kami di Seoul, silakan klik link berikut ini.

Monday, June 13, 2016

Menjelajah Gwanghwamun, Cheonggyecheon, dan Insadong

Setelah kami beristirahat semalam dan sarapan pagi ini, kami siap memulai hari kedua kami di Seoul dan juga hari pertama kami menjelajah Seoul. Rencana hari ini adalah belajar dan bermain di Seoul Children Museum, kemudian menuju Gyeongbokgung, memelajari sejarah di Gyeongbokgung, Gwanghwamun square, lalu berjalan menikmati aliran sungai yang bersih di Cheonggyecheon dan makan malam di Insadong. Cerita khusus untuk Seoul Children Museum bisa dibuka disini. Saya sangat menyarankan untuk mengunjungi tempat ini. Sangat edukatif tetapi menyenangkan. 
Oma dan Duo Lynns memakai atribut lengkap saat keluar dari Mago, dingin soalnya.
Setelah dari Seoul Children's Museum, kami menaiki metro menuju Gyeongbokgung. Gyeongbokgung berada di line 3, sedang kami dari line 7. Maka dari Seoul Children Museum kami naik MRT yang menuju Gunja, dari Gunja kami berpindah menuju line 5 (line ungu) dengan tujuan stasiun Jongno 3-ga. Stasiun Jongno 3-Ga merupakan stasiun interchange dari 3 line yang lumayan ramai. Tetapi jangan khawatir, ikuti saja petunjuknya. Kalau berdasarkan smrt.co.kr, jika tujuan kita adalah Gyeongbokgung, disarankan untuk memilih gerbong nomor 8 dan pintu nomor 4 (8C4D atau 8 Cars 4 Doors). Kalau kita berada digerbong dan pintu yang disarankan, maka jarak tempuh untuk transfer ke line 3 akan cepat. Kalau bingung dimanakah posisi yang disarankan, seperti 8C4D (8-4), tinggal lihat tanda pada lantai dekat pintu pembatas pada platform.
Metro Lines Map, sumber foto smrt.co.kr
Sebetulnya di Seoul sendiri terdapat lima istana yang dapat dikunjungi. Ada Changdeokgung yang terkenal sebagai istana timur (karena terletak di sebelah timur Gyeongbokgung) dan huwon atau tamannya yang indah, Deoksugung yang terkenal sebagai istana dengan taman dan air mancur gaya barat, Uhnyeongung yang berada di daerah dekat Insadong, Changgyeonggung yang paling mungil dibanding istana lainnya dan terkoneksi dengan Changdeokgung, dan Gyeongbokgung yang terbesar dibanding lainnya. Bagi banyak wisatawan, Changdeokgung menjadi salah satu istana yang wajib dikunjungi karena tamannya yang bagus. Apalagi jika datang saat musim semi ataupun musim gugur, Changdeokgung dan Gyeongbokgung menawarkan tour malam yang katanya (kan belum pernah lihat) bagus sekali. Tetapi karena jalannya yang naik turun, kami memilih mengunjungi Gyeongbokgung. Kebayang kan bawa jalan oma dan anak-anak, winter pula, kami tidak berani mengambil resiko harus menggendong salah satu dari mereka.

Gyeongbokgung merupakan istana yang terbesar dan termegah yang dibangun pada masa pemerintahan dinasti Joseon pada tahun 1395. Gyeongbokgung menjadi istana utama pada masa itu. Perlu diketahui bahwa hampir semua istana di Seoul hancur pada saat invasi Jepang pada tahun 1592. Selama 276 tahun istana tersebut dibiarkan begitu saja. Pada tahun 1867 istana ini dibangun kembali. Namun pada saat tahun 1911, saat penjajahan Jepang di Korea, istana ini dihancurkan kembali dan hanya disisakan 10 bangunan utama (tidak heran di film Friends yang diperankan oleh Won Bin dan Kyoko Fukada, para sesepuh Korea tidak suka jika anak atau cucunya mendapatkan pasangan orang Jepang). Singkat cerita, setelah Jepang kalah, istana ini dibangun kembali seperti pada zaman dahulu kala.
Gyeongbokgung Map

Gyeongbokgung sendiri berarti istana yang sangat diberkati oleh surga. Untuk masuk ke dalam area ini, setiap pengunjung diwajibkan membayar harga tiket masuk sebesar 3.000 won. Di dalam area Gyeongbokgung terdapat dua musium, yaitu National Folk Museum of Korea (juga ada museum untuk anak-anak di sini) yang berisikan adat dan kebudayaan rakyat Korea dan National Palace Museum of Korea yang berisikan benda-benda kerajaan. Musium-musium ini gratis. Berdasarkan hasil googling, jika waktunya tidak banyak, disarankan untuk mengunjungi Gwanghwamun gate, Geungjeongjeon, Gyeonghoeru, Hyangwonjeong, dan Folk Museum. Dengan berbekal informasi tersebut, sampai download keterangan tentang setiap bagian istana di website Gyeongbokgung supaya pas jalan bisa cerita sama oma, kami siap mengunjunginya. Namun apa daya, setelah sampai di depan istana, oma berkata bahwa dia sudah pernah mengunjungi istana ini dulu, bentuknya mirip dengan forbidden city, dan tidak mau masuk lagi (terjemahannya: istana luas dan sudah capek naik turun tangga dan capek kalau harus masuk lagi). Memang sih sejarah Korea tidak dapat dipisahkan dari sejarah China dan memang istana ini banyak dipengaruhi dengan gaya dinasti Qing di China. Alhasil, kami membatalkan rencana untuk melihat istana, toh yang mau di-entertain di istana kan si oma. Untungnya belum beli tiket. Berhubung sudah dekat jam pergantian penjaga istana, kami menonton upacara pergantian penjaga istana. Pergantian penjaga istana ini dilaksanakan beberapa kali dalam sehari. Saya kira anak-anak akan bosan menonton ini, ternyata mereka antusias sekali. Selesai upacara pergantian penjaga, kami berjalan ke depan menuju Gwanghwamun Gate.
Persiapan pergantian penjaga istana
Gwanghwamun merupakan gerbang terbesar yang ada di Gyeongbokgung. Di depan Gwanghwamun, terdapat Gwanghwamun Square. Saya selalu bingung dengan arti square. Square di sini bukan berarti persegi ya. Kalau kata kakak saya, square itu ya seperti taman atau alun-alun. Dan memang di Gwanghwamun Square terdapat patung Raja Sejong dan admiral Yi Sun Shin. Di belakang patung Raja Sejong terdapat tangga untuk turun ke bawah, dan di bawah sana terdapat musium the Story of Sejong dan The Story of Yi Shun Shin.
Hasil foto di area Gwanghwamun
Raja Sejong, terkenal dengan Sejong the Great, merupakan raja keempat di masa dinasti Joseon. Raja Sejong memerintah selama 32 tahun. Beliau sangat berjasa dalam sejarah Korea, tidak heran rakyat Korea sangat bangga terhadap beliau. Salah satunya adalah tulisan Hangeul yang sekarang ada. Pada awalnya, orang Korea menggunakan tulisan yang disebut Hanja (Hanzhi dalam bahasa mandarin dan kanji dalam bahasa Jepang) yang diadaptasi dari karakter tulisan mandarin. Sayangnya hanya orang-orang terpelajar yang menggunakan tulisan ini. Karena ingin memajukan rakyatnya, dan juga menciptakan identitas budaya Korea melalui skrip yang unik, maka Raja Sejong menciptakan tulisan hangeul yang terdiri dari 28 huruf alfabet Korea, yang sekarang banyak terlihat di film-film Korea. Dengan sistem seperti ini, maka orang yang tidak pernah belajar Hangeul pun dapat membaca tulisan dalam waktu cepat, walau belum tentu tahu artinya. Hangeul ini diciptakan berdasarkan bentuk mulut, lidah, dan gigi saat melafalkan suatu karakter. Tulisan ini hampir sama dengan alfabet. Sehingga mudah sekali untuk dipelajari.

Bagi yang mau menulis nama sendiri dalam aksara Hangeul, disediakan kertas dan kuas (mao pi). Anak-anak menulis nama mereka, tentunya adik dibantu papa. Setelah itu boleh ditempel di sana. Tapi karena tembok sudah penuh, maka punya kakak dan adik tidak ditempel. Sempat terjadi drama, yang tidak penting sih. Kakak melihat ada yang kertas yang berisi aksara hangeul dan dihiasi oleh gambar hati warna merah muda. Jadinya ekspektasi kakak adalah setelah menulis namanya, akan ada tinta warna merah muda dan dia dapat menggambar hati dan mewarnainya. Kakak tidak tahu itu hanya contoh saja. Dimulailah drama babak satu. Tetapi karena itu sesuatu yang tidak mungkin dilakukan, akhirnya setelah dijelaskan, kakak mengerti juga.

Di museum ini juga ada kursi raja yang boleh diduduki, tetapi harus buka sepatu. Berhubung repot dan anak-anak mau ke toilet, jadi kami tidak mendudukinya. Untuk urusan ke toilet, sebaiknya jangan ditunda-tunda. Dengan layering, urusan ke toilet bisa jadi lama. Dan saat masuk toilet, Duo Lynns senang sekali. Kenapa? Karena ada toilet ukuran anak-anak. Gak penting sih, tapi buat mereka ini penting sekali =)) 

Satu abad setelah Raja Sejong, muncullah seorang tokoh besar yang sangat dikagumi oleh rakyat Korea. Admiral Yi Sun Shin (atau ada juga yang bilang Li Sun Shin). Marga Raja Sejong dan Admiral Yi itu sama, yaitu Li, yang dalam penulisan bahasa Mandarin sama dengan marga Jet Li. Admiral Yi merupakan seorang laksamana besar Korea di masa pemerintahan Joseon. Admiral Yi berjasa dalam peperangan melawan Jepang saat masa invasi Jepang di tahun 1590an. Beliau terkenal dengan strategi militernya di perang myeongnyang, memerangi 133 kapal Jepang dengan 13 kapal dan menang tanpa kehilangan satu dari 13 kapal ini. Saat membaca cerita ini, saya jadi teringat kisah samkok atau tiga negara. Agak mirip rasanya. Atas dedikasinya, Admiral Yi mendapatkan banyak gelar. Satu yang paling saya ingat adalah Chungmugong, yang artinya Duke of Loyalty and Warfare. Jadi stasiun Chungmuro berasal dari cerita Chungmugong, Admiral Yi. 

Nuansa yang ada di area The Story of Admiral Yi sangat berbeda dari area sebelumnya. Di area King Sejong lebih banyak dipaparkan mengenai pemerintahan dan hangeul. Tetapi saat memasuki area Admiral Yi, kami serasa dibawa kembali ke jaman perang dengan Jepang. Di tengah-tengah hall terdapat kapal yang disebut turtle ship atau kapal kura-kura atau 거북선 geobukseon. Awalnya saat mendengar namanya, saya kira bentuk kapalnya seperti kura-kura, atau setidaknya kepala kapal yang biasanya seperti kepala naga menjadi kepala kura-kura. Tetapi saat saya melihatnya, kepala kapal tetaplah kepala naga. Ternyata diberi nama kapal kura-kura karena sistem proteksinya seperti cangkang si kura-kura. Yang menjadi inovasi dari kapal ini adalah adanya meriam dibagian bawah kepala naga dan dari mulut naga tersebut dapat keluar api. 
Atas: disain turtle ship dan patung Admiral Yi. Bawah: Replika turtle ship di hall.
Sumber foto: wikipedia dan TripAdvisor.
Kami masuk ke dalam replika kapal tersebut. Di dalamnya terdapat replika orang-orang yang sedang menyiapkan amunis untuk meriam, orang-orang yang sedang menggerakkan dayung dari dalam, area untuk membuat strategi dan area untuk memasak. Lalu adik bertanya dimana mereka pipis dan mandi. Hmm.... Memang tidak ada tulisan toilet di dalam kapal tersebut. Saya segera menjawab mungkin dekat dapur (soktahu.com). 

Di depan replika kapal tersebut terdapat blocks kayu kapal kura-kura. Anak-anak mencoba untuk merangkai blocks tersebut menjadi kapal kura-kura. Ternyata kapal kura-kura sudah beberapa kali direvisi, disesuaikan dengan kebutuhan perang mungkin. 

Di sebelah blocks tersebut terdapat tempat untuk berfoto, seperti di restoran Mujigae. Mereka memberikan frame dan kita menyesuaikan muka kita ke frame yang ada. Anak-anak menyempatkan berfoto dengan frame tersebut dan menuliskan nama mereka dalam aksara Hangeul di frame tersebut. 

Di sebelahnya lagi, terdapat game interaktif tembak meriam. Jadi kita seakan berada di dalam kapal, menembaki kapal lain (di layar yang besar) dengan meriam. Lumayan menghibur anak-anak. Setelah itu kami keluar dari museum ini.

Untuk keluar, kita tidak perlu kembali ke area awal lagi. Ikuti petunjuknya dan kita sudah sampai di depan Sejong Center, seberang patung Admiral Yi. Jam menunjukkan pukul 16.10 (yang artinya kami hanya menghabiskan waktu kurang lebih 40 menit di dalam), tetapi hawanya semakin dingin. Repotnya jalan saat winter adalah syal, topi, dan sarung tangan akan bolak-balik keluar dari kantong mamanya. Apalagi anak-anak suka bosan menggunakan perlengkapan tersebut. Alhasil kantong jaket mamanya sudah seperti buntelan tebal, berisi perlengkapan anak-anak. Kami berhenti terlebih dahulu untuk memakaikan sarung tangan dan topi.

Tujuan kami berikutnya adalah Cheonggyecheon. Mudah sekali untuk mencari Cheonggyecheon. Cari saja spring, yaitu spiral tinggi yang seperti seashell besar atau tanduk unicorn. Dari arah kami keluar, Cheonggyecheon terletak di sebelah kiri Gwanghwamun Square. Kami berjalan menyeberang jalan menuju Cheonggyecheon. Banyak yang bilang kalau sudah sampai Seoul jangan sampai melewatkan  tempat ini.

Cheonggyecheon stream awalnya adalah bantaran kali yang kumuh, mirip dengan sungai Ciliwung. Sungai ini bau dan kotor. Ditambah lagi banyak pemukiman dadakan yang muncul di sekitarnya. Pada bulan Juli tahun 2003, seorang mayor Seoul, Lee Myung Bak, melakukan restorasi besar-besaran. Pemukiman di sekitarnya dipindahkan, Sungai dibersihkan dan dijernihkan. 

Tentu saja banyak perlawanan, demonstrasi yang dilakukan pihak tertentu atas gagasan ini. Namun restorasi tetap dilakukan. Pada tahun 2005, di bulan September, sungai ini dibuka untuk publik. Walau menelan biaya sebesar 386 milyar won atau setara dengan 281 juta USD, namun hasilnya seperti yang dapat dilihat, sungguh memuaskan. Aliran sungai jernih, anak-anak dapat bermain-main tanpa kuatir air yang kotor, dan banyak pengunjung baik lokal maupun asing yang ingin melihat dan menikmati pemandangan di sini. Yang berarti menambah devisa negara. Hmm...sedikit bermimpi sungai Ciliwung akan seperti ini...

Sungai ini panjang sekali, sekitar 10,9 km. Jadi kalau mau berjalan, disarankan memilih bagian yang diinginkan. Kalau semua, bisa berkonde betis kakinya. Dan sepanjang sungai ini, mereka mempunyai bagian-bagian tertentu yang menjadi daya tarik bagi pengunjung, seperti papan seni, musium Cheonggyecheon, hiasan dan sebagainya. Untuk menikmati tempat ini, dianjurkan sih datang dua kali, saat matahari masih bersinar dan saat malam. Namun karena sudah kedinginan, kami tidak menunggu sampai malam. Kami berencana untuk naik tangga di dekat daerah Jonggak.
Bagus kan dekorasi di Cheonggyecheon
Seharusnya kami naik tangga dekat jembatan Gwanggyo, lalu setelah melewati Jongno Tower kami mengambil jalan yang menuju Insadong. Tetapi entah bagaimana ceritanya, kami terlalu cepat belok ke kanan. Udara yang dingin ditambah angin dan tangga dimana-mana membuat oma ngos-ngosan. Kami berjalan menuju Insadong, tetapi rasa dinginnya semakin terasa.
Cheonggyecheon Stream beserta atraksinya
Alhasil, begitu melihat orang berjualan kue kacang merah, kami menepi dan membeli. Si penjual adalah ahjussi dan ahjumma. Ajumma sepertinya tuli dan bisu, tetapi saya salut melihat mereka begitu kompak. Kue kacang merah yang panas itu tetap terasa nikmat dan menghangatkan badan. Kakak yang biasa tidak suka kue panas, kali ini makan dengan lahap. Kedinginan ya, kak. 

Karena kami sudah sampai perempatan dan tidak terlihat petunjuk-petunjuk yang sudah kami lihat di peta, maka kami mencoba bertanya. Dan herannya, saat kami menyebut Insadong, tidak ada satupun yang mengerti. Di tengah kebingungan kami, adik meminta untuk ke toilet. Makin bingunglah kami. Celingak-celinguk, toleh kanan kiri, akhirnya terlihat tulisan Burger King. Maka kami masuk dan menuju ke toilet. 

Saat kami keluar, kami sudah mulai hopeless untuk makan di Tobang Insadong. Saya mencoba bertanya kepada anak kuliahan yang rasanya bisa bahasa Inggris. Puji Tuhan, pemuda ini dapat memberi tahu arah menuju Insadong. Saya mengeluarkan peta, dan dia memberi tahu posisi kami saat ini. Ternyata kami hanya tinggal 1 blok lagi menuju Insadong. Kami pun bersemangat kembali untuk berjalan menuju Insadong. 


Peta Insadong
Bagi para turis, Insadong merupakan daerah yang terkenal penuh dengan kebudayaan Korea. Bahkan ada yang berkata, masuk ke area jalan Insadong, maka serasa kembali ke Korea zaman dahulu. Segala benda-benda yang tradisional dan unik pun dapat ditemukan di sini. Maka jangan heran kalau masih banyak aksara Hanja ditemukan di daerah ini.

Insadong menjadi tempat turis-turis untuk cuci mata, membeli suvenir dan menikmati makanan-makanan yang enak. Di Insadong ada tiga tourist information Center. Dan di TIC tersebut, pengunjung dapat berfoto menggunakan pakaian tradisional Korea, hanbok. Tetapi tidak gratis alias harus bayar. Kami sih rencananya mau foto ke Myeongdong TIC besok, karena gratis (tetep, emak-emak). 

Ada juga bangunan dengan nama Ssamjigil. Ssamjigil merupakan bangunan empat lantai yang tidak menggunakan lift ataupun eskalator. Sama seperti Mall Citraland di Grogol, jika kita menyusuri jalan di dalam bangunan itu, lama-lama kita bisa sampai ke lantai teratas. Di sini banyak sekali benda-benda seni dan suvenir. Harga suvenirnya bisa jadi mungkin diatas suvenir di Namdaemun market, tetapi kualitasnya lebih bagus. Selain itu dibagian atas juga ada gembok cinta, seperti di N Seoul Tower. Oya, di lantai dasar gedung ini terdapat snack yang bernama poo bread. Mirip seperti manjoo yang berisi kacang merah, tetapi bentuknya seperti p*p. Waktu belum jalan ke Korea, kami berniat sekali untuk mencobanya (wong dulu pernah coba makan di Modern Toilet Mongkok). Sayangnya kami tidak jadi mampir Ssamjigil, anak-anak dan oma sudah kelelahan dan lapar. 
Poo bread di Samjigil, sumber foto: korea.net
Setelah melewati Ssamjigil kami sampai di Tobang. Tobang 토밯 merupakan rumah makan yang terkenal enak dan murah. Biasanya kalau di Insadong satu porsi makanan bisa sekitar 10.000 won. Daerah turis sih. Makanya sebelum pergi, saya mencari tempat makan yang enak tapi tidak menguras kantong. Biasanya rumah makan yang enak itu ditandai dengan banyaknya orang lokal yang makan di situ. Dan muncullah nama Tobang. 
Tulisan Tobang dalam Chinese Character, posisi Tobang dekat dengan Ssamjigil. Sumber foto: visitkorea.or.kr

Saat kami masuk, memang betul banyak orang lokal yang sedang makan. Dan heater di dalam begitu hangat rasanya. Kami duduk dan memesan dried pollack soup(sup bening dengan potongan ikan kering, tidak pedas), bibimbap, dan pajeon (seafood pancake). Harga semua sup dan bibimbap di situ sama, yaitu 6.000 won. Sedang pajeon 14.000 won. Tetapi porsinya besaaaar sekali. Lebih besar dari yang di Indonesia. Oya, jangan dikurskan ya, pasti rasanya sakit hati. Tetapi untuk makanan di daerah yang banyak turisnya, harga segitu termasuk murah. Belum lagi ditambah dengan banchan atau side dish. Ada kimchi, sayur bayam, dan raw crab yang dibuat kayak kimchi. Semua side dish free refill, kecuali yang raw crab. Kalau mau lagi harus bayar 3.000 won per porsi. Bagaimana dengan rasanya? Perfect.... Apalagi kedinginan dan kelaparan =)) 

Melihat adik yang biasanya makan lama, tetapi kali ini bisa makan cepat dan nambah pula, rasanya senang sekali. Saya menambah banchan dua kali, kimchinya enak sekali. Bahkan si oma yang paling suka komplain makanan tidak enak pun semangat makan kimchi dan raw crab. Di belakang kami juga ada oma dan opa yang semangat makan raw crab. Rasanya tidak sia-sia jalan jauh dan kedinginan, tetapi dapat menikmati makanan di sini. Andai tadi kami pasrah dan makan Burger King, kami kehilangan menikmati makanan Korea yang otentik. Hehehe

Oya, enaknya jalan-jalan di seoul, kita hanya cukup berbekal botol air putih. Banyak tempat yang menyediakan keran air minum. Lalu kalau makan di restoran Korea, air putih itu gratis. Dengan kenyang kami melanjutkan perjalanan kembali ke Mago. Kalau tadi kami datang dari arah Jonggak, maka kami pulang ke arah depan menuju stasiun Anguk. 

Petualangan hari ini selesai saat kami tiba di Mago. Kami sempat bertemu turis dari Filipina yang tadi pagi jalan-jalan ke Nami Island dan Petite France. Ibu dan anak laki-lakinya ini dengan semangat bercerita bahwa di sana sangat bagus. Mereka menyarankan kami untuk membawa anak-anak ke sana. Mungkin lain kali ya Auntie. Tunggu anak-anak besar, kalau sekarang cuma mama dan papanya yang tahu tentang Bae yong Jun dan Choi Ji Woo.  




Sekilas Informasi
Gyeongbokgung
Jam operasi: 09.00 - 18.30 (kecuali winter hanya sampai jam 17.00), tutup setiap Selasa
HTM:
19 - 64 tahun: 3.000 won (2.400 won untuk group dengan peserta lebih dari 9 orang)
7 - 18 tahun: 1.500 won (1.200 won untuk group dengan peserta lebih dari 9 orang)
0 - 7 tahun 65 tahun keatas gratis (bawa kartu identitas atau passport)
Tersedia juga tiket kombinasi 10.000 won untuk mengunjungi Gyeongbokgung, Deoksugung, Changgyeonggung, Changdeokgung dan tamannya, Jongmyo Shrine)
Tour dalam bahasa asing (free):
Inggris: 11.00, 13.30, 15.30
Mandarin: 09.30, 11.00, 13.30, 15.00, 26.30
Jepang: 10.00, 12.30, 14.30
Cara menuju ke sana: Stasiun Gyeongbokgung (line 3) exit 5

Gwanghwamun Square
Jam operasi: 24 jam
HTM: free
Cara Menuju ke sana:
Stasiun Gwanghwamun (line 5) exit 2
Stasiun Gyeongbokgung (line 3) exit 5

The Story of King Sejong and The Story of Admiral Yi Sunshin
Jam operasi: 10.00 - 20.00, tutup setiap Senin. 
HTM: free
Cara menuju ke sana:
Stasiun Jonggak (line 1) exit 1, lalu berjalan ke arah Gwanghwamun
Stasiun Gyeongbokgung (line 3) exit 6, berjalan menuju Sejong-ro
tasiun Gwanghwamun (line 5) exit 2

Cheonggye Plaza
Jam operasi: 24 jam
HTM: free 
Cara menuju ke sana: Stasiun Gwanghwamun exit 5

Insadong
Cara menuju ke sana: Stasiun Anguk (line 3) exit 6
Downtown Seoul Map
Note: Untuk cerita lebih lengkap mengenai liburan kami di Seoul, silakan klik link berikut ini.

Wednesday, June 8, 2016

Menuju Mago Guesthouse dengan Arex

Petualangan liburan musim dingin kami dimulai saat kami tiba di Incheon. Korea Selatan mempunyai dua bandara, yaitu Incheon dan Gimpo. Incheon untuk internasional, sedangkan Gimpo untuk penerbangan domestik dan penerbangan dari beberapa negara tetangga. Ini pertama kalinya kami menjejakkan kaki di Incheon dan kami sibuk menoleh kanan dan kiri. Korea Selatan sangat bangga dengan kebudayaannya. Mungkin memang negara-negara Asia Timur menjunjung tinggi budaya dan sopan santun, sehingga segala hal yang berhubungan dengan kebudayaannya dijadikan hiasan di sepanjang perjalanan menuju bagian imigrasi.

Setelah kami melalui imigrasi, dengan mengandalkan tiket penerbangan dan visa ke negara Paman Sam plus bukti booking guesthouse, kami mengambil bagasi dan beranjak keluar. Betapa kagetnya kami karena diluar begitu luas dan ramai dengan orang (kalau sepi ya bukan bandara dong). Kami bergegas mencari makan dahulu. Rencananya adalah membeli makanan di Lotteria. Sambil menunggu papa yang membeli makanan, kami sibuk berfoto-foto di sekitar situ. Karena bulan Desember, maka semua dekorasi berbau natal dan salju. Hm...membuat sejuk di hati. 
Dekorasi winter yang membuat sejuk di hati.
Selesai membeli makanan, kami berniat makan malam di jalan menuju Seoul, kami mencari kios terdekat yang menjual T-Money. T-Money adalah kartu transportasi yang bisa digunakan sebagai alat membayar taksi, kereta dan beberapa supermarket. Hampir mirip seperti ez link di Singapura atau octopus card di Hong Kong. Keuntungan menggunakan T-Money adalah potongan 100 won (kurang lebih Rp 1.200,00) saat menggunakan kendaraan umum. Lalu dengan T-Money, kita tidak perlu mencari mesin untuk membeli tiket dan mencari mesin untuk me-refund tiket. Efisiensi waktu jadinya.
T-Money yang kami beli, tampak depan. Sumber foto: visitkorea.or.kr
Harga dari kartu T-Money adalah 2.500 won. Itu harga kartu saja. Untuk menggunakannya harus top up lagi. Jika sudah tidak digunakan lagi, nilai nominal yang ada di kartu tersebut bisa di refund tetapi dikenai biaya 500 won. Tetapi kartunya tidak bisa diganti uang, tidak seperti octopus card. Kartu menjadi milik kita. Ya anggap saja kenang-kenangan atau suvenir. Dan kalau ke Korea lagi (siapa tahu ada kesempatan berikutnya), kartu ini bisa digunakan lagi. Oya, untuk anak-anak, selama dibawah 7 tahun dihitung gratis loh. 

Setelah kami membeli dan mengisi kartu T-Money, kami berjalan menuju transportation center. Kami berniat untuk menggunakan airport express menuju Seoul. Cara menuju transportation center gampang, tinggal mengikuti petunjuk dengan tulisan airport railroad yang berwarna kuning. Bagus juga pengaturan pihak bandara, ini mempermudah pengunjung yang datang.

Bentuk gerbong di Arex non stop (atas) dan Arex all stop (bawah).
Sebetulnya ada beberapa cara menuju Seoul. Yang pertama adalah dengan bis bandara, seperti Damri. Cara ini yang paling banyak digunakan, karena tidak usah naik turun bawa-bawa barang, tinggal turun di pemberhentian terdekat dengan tempat penginapan. Harganya sekitar 10.000 won per orang. Tetapi resikonya kalau sedang macet, lama perjalanan yang harusnya 70-90 menit bisa jadi 2 jam. Yang kedua naik taksi. Hanya perlu menyiapkan alamat tujuan dalam tulisan hangeul maka kita tinggal duduk manis dan sampai tujuan. Cuma ya ada kenyamanan ya ada harga. Yang ketiga, van yang bisa membawa banyak orang. Hampir mirip dengan taksi, tetapi van dapat menampung orang atau barang lebih banyak. Yang keempat, naik kereta arex atau airport express. Arex merupakan kereta bawah tanah yang membawa penumpang menuju Seoul Station. Keuntungan naik arex adalah waktu tempuh sudah pasti, gak kena macet. Tapi jika bawaannya banyak, pasti repot pindah-pindah line dengan tentengan. Kami memilih naik arex karena tujuan kami tidak terlalu banyak ganti line. Ditambah lagi ada shortcut dari jalur arex menuju line 4 yang memudahkan penumpang. Airport Express sendiri ada dua jenis, yang non stop dan yang all stop.
Cara menuju transportation center.

Kereta arex all stop akan membawa penumpang dari Incheon sampai dengan stasiun Seoul, tetapi kereta ini akan berhenti di 11 stasiun subway yang dilewati. Untuk menggunakan all stop train, penumpang harus menggunakan T-Money card atau kartu transportasi sekali pakai. Kereta akan datang setiap 10 menit sekali dan lamanya perjalanan dari Incheon ke Seoul adalah 56 menit. Tarif dari Incheon ke Seoul adalah 4.150 won (T-Money) atau 4.250 won (kartu sekali pakai). Anak-anak dibawah 7 tahun tidak usah bayar ya. 
Airport Railroad Line Map
Kereta arex non stop juga membawa penumpang dari Incheon ke stasiun Seoul tetapi hanya berhenti di tempat tujuan. Untuk menggunakan kereta ini, penumpang harus membeli express train pass. Kereta ini datang setiap 25-40 menit sekali, dan waktu tempuh menuju Seoul adalah 43 menit (lebih cepat 10 menit dari yang all stop). Fasilitas yang didapatkan di arex non stop adalah tempat menyimpan koper (jadi bisa duduk dengan tenang), toilet, Lotte duty free discount coupon (ngefek bagi orang yang suka belanja, kalau sama saya sih tidak efek). Keterangan lebih lanjut, dapat dibuka di http://www.arex.or.kr
Keterangan Arex non stop
Kami menggunakan arex non stop supaya tidak repot dengan koper dan lebih nyaman. Harga tiketnya adalah 8.000 won untuk dewasa dan 6.900 won untuk anak-anak (4 tahun ke  atas). Ada juga harga khusus untuk penumpang Korean Air dan group yang terdiri dari 4 orang atau lebih.Untuk group, tiket per orangnya menjadi 6.000 won. Karena kakak harus membayar, maka kami mengambil pass yang untuk group. Perhatikan nomor gerbong dan nomor kursi di tiketnya ya. 

Sambil menunggu kereta datang, dan sambil kedinginan, kami makan french fries. Saat kereta datang, karena di kereta boleh makan, kami melanjutkan makan kembali. Kalau di Indonesia, opsi makan di Lotteria akan menjadi pilihan terakhir. Tetapi menurut saya, burger Lotteria di sini jauh lebih enak. Bumbu dan dagingnya pun lebih mantap. Plus melihat pemandangan lampu dimana-mana. Kombinasi yang bagus bukan?

Kami pun berkunjung ke toiletnya, biasa inspeksi toilet. Bersih loh.... Saya dulu adalah pengguna kereta api dan paling senewen urusan ke toilet. Tapi naik kereta ini, toiletnya bersih dan nyaman. Andai kereta di Indonesia toiletnya sebersih ini. 

Dalam waktu 43 menit kami sudah sampai di stasiun Seoul. Menurut info yang saya dapat dari website resmi Arex, ada shortcut menuju line 4 dan line 1. Saya sampai print petunjuknya. Tetapi ternyata setelah sampai di sana, petunjuk begitu jelas dan mudah untuk diikuti. Yang membuat susah adalah....gembolan yang banyak :D 

Untuk menuju line 4, kita harus keluar dulu dari area Arex. Setelah itu ikuti setiap petunjuk. Bagi yang membawa banyak bawaan, jangan takut ada lift kok. Justru yang beratnya adalah saat turun ke jalur line 4. Tidak ada eskalator maupun lift. Hanya ada tangga yang lumayan banyak. Saya turun bersama anak-anak dan oma, sementara si papa menunggu di atas. Setelah itu, si oma memegangi anak-anak dan saya menjaga barang-barang di atas. Sementara si papa bawa turun koper. Fighting, papa!

Tujuan kami adalah stasiun Chungmuro, 3 stop dari stasiun Seoul. Dalam waktu kurang dari lima menit, kami sudah sampai di stasiun Chungmuro. Kami keluar dari exit 1, untungnya ada eskalator, dan menunggu di depan Burger King. Cuaca saat itu dingin plus angin kencang. 

Kami menginap di guesthouse Mago. Sebelum datang, papa sudah menghubungi mereka dan mereka katakan akan menjemput kami di depan Burger King. Mereka katakan jika sudah sampai telephone saja, maka mereka akan segera datang. Pertama kalinya dalam hidup saya, saya meminjam handphone onni yang tak dikenal (pemilik guesthouse menyarankan demikian, katanya orang Korea ramah dan pasti dipinjami). Selesai meminjam handphone, onni ramah sekali dan senyum terus, saya mengucapkan 감사함니다gamsahamnida (paling gampang untuk diucapkan soalnya). Bagi orang Korea yang sangat bangga dengan bahasanya, mendengar orang asing yang dapat mengucapkan satu atau dua kata dalam bahasa Korea berarti si orang asing menghargai bahasa mereka. Makin lebarlah senyum onni tersebut :)

Tak berapa lama kemudian, manajer dari guesthouse pun datang. Namanya Charlie, dan orangnya sangat ramah. Sepanjang perjalanan yang singkat menuju guesthouse, Charlie menjelaskan apa saja yang ada di sekitar kami. Kami melewati salah satu cabang tempat ayam goreng kesukaan Cheon Song Yi di film You Who Came from the Star, Two-Two Chicken. Tak berapa lama kami sampai di depan Mago dan disambut oleh Mr. Kim. Mr. Kim menjelaskan peraturan yang ada di guesthouse ini, kurang lebih sama dengan peraturan yang mereka cantumkan di website mereka.
Mago guesthouse tampak depan.
Charlie mengantar kami ke lantai 2. Dan sesuai booking-an kami, kami mendapatkan kamar tradisional Korea yang memakai sistem ondol. Di kamar ini, sistemnya lesehan. Ranjangnya terletak di lantai dan modelnya seperti ranjang lipat, bukan spring bed. Tetapi walau terletak di lantai, kita tidak akan merasa kedinginan karena adanya sistem ondol. Ondol merupakan sistem pemanasan tradisional di Korea. Dengan sistem ondol, sistem pemanasan ruangan dilakukan melalui bawah tanah. Jadi tidak akan ada heater di kamar ini, tetapi heater-nya ada di ruangan khusus.
Kamar E, bisa untuk 4 orang dewasa. Sumber foto: guesthousemago.com
Ini pertama kalinya kami menginap di guesthouse, dan kami menyukainya. Di lantai ini terdapat 4 kamar, dan karena bentuknya seperti rumah, kami jadi bertegur sapa dengan yang lain. Anak-anak pun tidak adak kesulitan berkomunikasi dengan Charlie dan Mr. Kim dan juga setiap orang yang mereka temui di guesthouse ini. Saat kami datang, kami sempat bertemu dengan turis dari Hong Kong dan Filipina. Setelah selesai urusan beramah tamah, kami membereskan barang dan membersihkan diri, dan segera tidur. Recharge untuk melakukan jadwal besok. 

Update: mulai Januari 2017, selain T-Money card, pengunjung juga dapat menggunakan Korea Tour Card. Apa sih ini? Korea Tour Card merupakan kombinasi T-Money dengan kartu diskon di beberapa brand yang bekerja sama dengan pemerintah Korea Selatan. Diskonnya pun lumayan, loh. Info lebih lanjut, dapat dibuka di www.koreatourcard.kr

Next: Gwanghwamun, Cheonggyecheon, dan Insadong

Note: Untuk cerita lebih lengkap mengenai liburan kami di Seoul, silakan klik link berikut ini.