Pages

Tuesday, April 18, 2017

Wisata Kuliner di Jogja part 1

Masih dalam rangka menyelesaikan project bulan lalu di Jogja, walaupun sibuk dengan jadwal yang ada, tetapi yang namanya makan itu adalah suatu keharusan. Setuju, saudara-saudara? Kalau sudah sampai ke Jogja, rasanya wajib untuk mencoba makanan-makanan yang maknyus ini. Pastinya di pikiran kita terbayang kata bakpia dan gudeg jika mendengar tentang wisata kuliner Jogja. Namun, Jogja juga mempunyai makanan lain yang boleh diburu saat kita mengunjungi kota Pelajar ini. 

1. Es Krim Rujak
Ini adalah favorit saya saat saya pertama kali datang ke Jogja untuk kuliah. Perpaduan antara rujak yang pedas dan es krim yang ada di depan Gardena di jalan Solo menjadi kenikmatan tersendiri bagi saya saat itu. Dan kali ini pun kami berkesempatan mengicipi rujak es krim di daerah yang lain. Es krim rujak ini tersebar diberbagai tempat. 
Es krim rujak :)
Bagi penggemar rujak yang tidak pedas, ada juga kok rujak yang tidak pedas. Sedangkan bagi penggemar rujak yang pedas, termasuk saya, cukup tambahkan sambal rujak dan dijamin pasti akan ketagihan bahkan nambah sampai berkali-kali.

2. Sop Empal
Sop empal menjadi salah satu tujuan kuliner wisatawan saat berkunjung ke Jogja. Dan sepertinya warung sop empal ini sudah menjamur dimana-mana. Pada kesempatan kemarin, kami berkesempatan menyicipi sop empal bu Yoeni. Awalnya saya berpikir sop empal berarti empalnya dibuat sop. Ternyata yang disajikan adalah empal goreng dan sop yang terpisah. Sopnya pun bukan sayur sop dengan wortel buncis seperti sayur sop pada umumnya. Selembar kol dan bihun menjadi isi dari sop bening ini. Sederhana kan tampilannya?
Sop empal bu Yoeni plus tempe dan ditemani jahe hangat 
Walaupun tampilannya sederhana, tetapi ternyata rasanya memang enak. Selama ini empal yang paling enak buat saya adalah buatan mama saya, karena empuk dan rasanya maknyus. Empal di sop empal bu Yoeni ini lumayan empuk dan rasanya pun lumayan. Tetap saja ada unsur manis sebagai ciri khas masakan Jogja. Tetapi jika ditambah sambal ulek, rasa manis di empal ini agak tertutup. Jangan lupa ditambah dengan tempe goreng, maka rasanya akan lebih mantap. Bagi penggemar sapi, bisa juga ditambahkan irisan paru goreng. Sedangkan bagi yang tidak suka sapi, di sini juga ada ayam gorengnya loh. 

Sop Empal bu Yoeni
Jl. Prof. Dr. Sarjito no. 3 Jogjakarta

3. Mi Anglo/Mi tek-tek
Mi tek-tek adalah salah satu pilihan saya dan teman-teman kos saat malas keluar untuk mencari makan. Biasanya kami akan duduk manis di depan jendela di lantai dua untuk menunggu suara tek-tek. Ciri khas mi tek-tek adalah pembuatan mie yang tidak menggunakan kompor, tetapi anglo. Waktu pertama kali melihat orang memasak dengan menggunakan anglo, saya berpikir tidak efisien sekali. Tetapi ternyata memasak menggunakan anglo menambah wangi tersendiri saat makan.
Bakmi Jawa Pak Nardi, sekarang pakai kipas angin loh untuk ngipasi arangnya. 
Walaupun bukan anak kos, mi tek-tek atau sebagian orang menyebutnya mie Jawa dapat dinikmati juga oleh kami. Seperti kemarin kami menyempatkan membeli mie goreng Jawa (dengan ciri khas yang agak basah atau nyemek kalau kata orang Jogja) dam juga magelangan. Magelangan berarti nasi goreng yang dicampur dengan mie atau bihun. Harganya pun termasuk standard, yaitu Rp 12.000,00 per porsi dan porsinya lumayan besar. Sedikit tips dari saya, karena orang Jogja doyan manis, maka jika kita memang tidak doyan manis, boleh ditambahi dengan kata-kata 'minta yang asin ya, pak'. Percaya deh, tidak akan keasinan =D

Bakmi Jawa Pak Nardi
Jalan Sosorowijaya, depan hotel Grage

4. Bakpia Mutiara
Bakpia merupakan salah satu oleh-oleh wajib yang harus saya beli saat saya liburan kuliah. Mengapa? Karena Jogja identik dengan bakpia dan semua orang berpikir bahwa bakpia adalah asli Jogja. Bakpia, makanan yang terbuat dari campuran kacang hijau dengan gula yang dibungkus dengan tepung lalu dipanggang, berasala dari dialek Hokkian bak, yang artinya daging, dan pia yang artinya kue. Dengan kata lain, bakpia termasuk salah satu masakan yang populer dari keluarga etnis Tionghoa. Tetapi dalam perkembangannya daging ini mulai digantikan dengan kacang hijau (tou luk pia).
Bakpia Mutiara. Sumber foto: bakpia mutiara.
Bakpia yang terkenal adalah bakpia Pathok, karena produsen bakpia banyak berada di jalan Pathok atau sekarang KS Tubun. Zaman kuliah, saya selalu membeli bakpia Pathok 75 (merk bakpia dulu berdasarkan nomor rumahnya). Tetapi kali ini karena keterbatasan waktu dan juga cuaca yang tidak mendukung, saya hanya mencari di sekitar hotel saja. Akhirnya kami terdampar di bakpia Mutiara. Dengan pasrah kami memilih bakpia all varian. Dan kami tidak menyesal membeli bakpia mutiara ini. Rasanya enak dan kulitnya yang empuk mengingatkan saya akan pia balong Solo kesukaan saya. Rasanya pun bervariasi, dari kacang hijau, cokelat, kacang merah, keju, green tea, dan duren.

Bakpia Mutiara
www.bakpiamutiarajogja.com
Jl. Dagen (dekat Malioboro), Sosromenduran, Jogja
Telp 087774444022

5. Bakso Jawi Bu Miyar
Di tengah cuaca yang hujan melulu selama kami di Jogja, rasanya bakso menjadi salah satu menu yang menarik hati. Hasil googling untuk bakso yang terkenal enak di sekitar kami menunjuk kepada Bakso Jawi Bu Miyar. Review dari Tripadvisor cukup meyakinkan dan lokasinya pun dekat dengan tempat kami menginap. Kami pun mengunjungi tempat tersebut bersama sahabat saya. 
Maaf....sudah siap untuk dimakan baru ingat belum difoto =P
Dari tampilannya, tidak ada sesuatu yang istimewa dari bakso ini. Harganya pun relatif mahal untuk ukuran Jogja, dengan porsi yang tidak besar, mungkin karena terletak di kawasan wisata Malioboro. Tetapi bakso gorengnya memang enak. Anak-anak pun suka. Saat menggigit baksonya pun terasa campuran daging yang lumayan banyak, bukan hanya tepung saja. Tidak heran lima belas menit setelah kami datang, kami datang sekitar pukul 18.30, pemilik tempat mulai beres-beres karena dagangan sudah habis. 

Bakso Jawi Bu Miyar 
Jl. Jogonegaran no 55D Gedong Tengen Jogja
Telp 0274-418620

6. Cengkir
Nama resto ini memang agak unik di telinga, tapi memang namanya Cengkir, bukan cangkir ya bapak ibu. Cengkir Heritage Resto and Coffee menyajikan makanan dengan menu rumahan orang Jawa dan suasana rumahan. Tempat ini katanya baru saja dibuka Januari tahun ini. Tidak heran masih banyak ucapan selamat yang diletakkan di sana. Menu yang ditawarkan terdiri dari 4 jenis, yaitu nasi plus sayur plus sambal (dianggap 1 paket), lauk rumahan, camilan, dan minuman. Lauk yang dijual pun seperti ayam goreng, telur dadar, pindang tepung, tempe garit, bakwan jagung, dan kerupuk, dengan variasi harga antara Rp 1.000,00 sampai dengan Rp 9.000,00. Sedangkan untuk camilan, mereka menawarkan jadah (ketan) bakar, pisang goreng dan tempe mendoan. 
Tampilan Joglo dan dikelilingi oleh sungai
Yang menarik di sini adalah mereka masih memasak menggunakan kayu bakar. Nasinya pun dimasak dengan menggunakan langseng dan kukusan tradisional yang berbentuk kerucut. Makanan yang ada disajikan dalam kuali gerabah, kendil dan piring seperti di rumah. Dengan suasana pedesaan dan tata ruangan yang seperti di dalam Joglo, saya seperti sedang bernostalgia mengenang saat-saat KKN di Gunung Kidul. Apalagi salah satu menu sayurnya adalah sayur jantung pisang, salah satu bahan andalan saya saat KKN dulu. Secara keseluruhan, untuk rasa masih biasa saja. Tetapi untuk suasananya, tempat ini boleh dijadikan sebagai alternatif tempat untuk bernostalgia.
Atas: makanan yang disajikan dalam alat-alat rumah Jawa.
Bawah: suasana di dalam Joglo
Cengkir Heritage Resto and Coffee
Jl. Sumberan II no. 4. Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, DIY


7. Bakso Paru Pak Kumpeno
Masih seputar bakso, sebelum kami kembali ke Jakarta, kami diajak papi mami Duo A untuk menyicipi bakso Pak Kumpeno. Makan siang kami kali ini terdengar menarik dengan adanya bakso lagi (saya penggemar bakso dan mie). Saat kami sampai ke sana, kami agak terkaget-kaget dengan ramainya orang yang makan. Padahal tempatnya agak remang-remang gimana gitu deh, sampai si kakak bertanya kepada saya apakah sedang mati listrik (dengan volume yang besar pula). 
Bakso Paru Pak Kumpeno
Yang menjadi ciri khas dari bakso di tempat ini adalah bakso yang ditaburi irisan paru goreng. Saya sebetulnya bukan penggemar paru, tetapi kalau digoreng ya masih bisa makan sedikit. Ternyata paru goreng ini yang membuat baksonya jadi enak. Daging baksonya sendiri tidak se'daging' bakso Jawi. Tetapi taburan paru dan porsi dan harganya memang menjawab pertanyaan kami mengapa tempat ini ramai sekali. Oya, tidak berapa lama setelah kakak bertanya soal mati listrik, lampu di warung ini dinyalakan. Entah kebetulan atau tidak. Hehehe

Bakso Paru Pak Kumpeno
Jalan Godean Km 5, Nogotirto, Gamping. 

Bersambung ke bagian 2

No comments:

Post a Comment