Showing posts with label pasar apung. Show all posts
Showing posts with label pasar apung. Show all posts

Saturday, April 20, 2019

Kampung Jepang Kyotoku di Floating Market Lembang


Setelah puas jajan dan melihat pembuatan tahu di Tahu Susu Lembang, kami melanjutkan perjalanan kami ke Floating Market. Jaraknya tidak jauh dari Tahu Susu Lembang karena Floating Market juga berlokasi di Lembang. Untuk menuju Floating Market memang tidak semudah Tahu Susu yang ada di pinggir jalan. Namun untung ada Google Map yang membantu kami supaya tidak tersasar.

Floating Market berada di dalam gang. Namun walau didalam gang, Floating Market ini sangat besar. Saat masuk ke area parkiran, ada petugas yang langsung menghitung jumlah orang yang ada. Ternyata tiket langsung dibeli di area parkiran. Kami pun mencari spot untuk parkir supaya tidak terlalu panas. Oya, jangan lupa bawa tiketnya saat turun, karena tiket dapat ditukarkan dengan minuman.
Sebelum masuk, baca dulu tata tertibnya ya.
Berbeda dengan Pasar Apung yang ada di Batu, di Floating Market Lembang ini tempat makannya tidak berada di tengah-tengah danau buatannya, tetapi tetap dengan konsep pasar apung. Di sini bukan makanan dan barang-barang yang dijual, tetapi juga spot-spot yang cantik untuk berfoto.
Jangan lupa foto di depan dulu. 
Damai rasanya melihat pemandangan ini.
Floating Market Lembang ini sudah ada sejak tahun 2012. Walau awalnya hanya Floating Market, tetapi sekarang sudah berkembang menjadi banyak tempat di dalamnya, seperti wahana permainan, Rainbow Garden, Kota Mini, Miniatur Kereta Api, Kampung Jepang Kyotoku, dan sebagainya. Tujuan kami di sini pun sudah jelas, yaitu berkeliling Floating Market dan juga mampir ke Kota Mini.
Warna-warninya cantik :)
Kegiatan yang pertama kami lakukan adalah menukarkan tiket kami dengan minuman hangat. Pilihan yang ada dari lemon tea, coklat hangat, teh, dan kopi.
Drink Station untuk menukar tiket dengan segelas minuman.
Foto minum ala iklan =D
Kolam Teratai
Di bagian luar drink station ini pengunjung dapat memilih berjalan menuju ke kiri atau ke kanan. Arah ke kiri adalah tempat-tempat makan dan juga Kampung Jepang Kyotoku. Sedangkan ke arah kanan adalah Taman Kelinci, tempat memberi makan hewan, taman bermain, Rainbow Garden, Miniatur Kereta Api, Kolam Renang dan Kota Mini. Untuk masuk ke Rainbow Garden, Miniatur Kereta Api, Kolam Renang,dan Kota Mini kita harus membeli tiket terpisah. Melihat arah kiri yang penuh orang, maka kami pun berjalan ke kanan.
Peta Floating Market. 
Kakak yang tidak boleh melihat tempat untuk menari.
Yang ini ala India.
Di dekat sini terdapat kolam angsa. Pengunjung dapat memberikan makanan kepada angsa-angsa ini, dengan membayar tentunya. Di sebelah yang lain terdapat kelinci dan juga kambing yang dapat diberi makan. Karena tujuan kami adalah Kota Mini, maka kami pun segera menuju ke Kota Mini, supaya tidak terlalu panas. Untuk cerita tentang Kota Mini, akan dibahas di cerita selanjutnya.
Swan Lake.
Taman Kelinci. 
Bagaimana dengan bagian sebelah kiri? Bagian sebelah kiri tidaklah sepadat bagian sebelah kanan, namun Kampung Jepang Kyotoku menarik untuk dikunjungi. Dengan dikelilingi pohon-pohon bambu, kita memang seakan berada di negara Matahari Terbit, kecuali bagian bambu yang bunyi jika diinjak. 
Berpose dulu ah....
Dengan pohon bambu di belakang.
Tempat jajanan Jepang dan Korea.
Untuk masuk ke Kampung Jepang Kyotoku tidaklah ditarik biaya tambahan. Di Kampung Jepang Kyotoku ini ada juga kostum-kostum Jepang dan Korea yang dapat disewa untuk berfoto.
Salah satu foto om Duo Lynns saat di Floating Market. 
Foto keluarga sambil silau =D
Pohon bambu dan perahu Jepang yang menarik hati Duo Lynns.
Bagi pengunjung yang kelaparan, di area ini terdapat banyak pilihan makanan. Ada rumah makan yang menjual nasi timbel, cemilan khas Bandung seperti pisang keju, gorengan, dan juga ada tahu susu serta wedang jahe Gardujati. Berhubung kami ingin makan nasi timbel di tempat lain, kami hanya membeli tahu susu yang kotak untuk dibawa ke hotel.
Satu-satunya perahu berjualan yang kami lihat.
Acara jalan-jalan kami di Floating Market pun usai sudah. Saat kami pulang, banyak rombongan sekolah yang masih berkeliling. Memang tempat ini menarik untuk dikunjungi baik bersama pasangan, teman dan keluarga. Saran kami sebaiknya mengunjungi tempat ini pagi hari, karena semakin siang semakin panas.
Taman yang cantik, kata adik.

Sekilas Info
FLOATING MARKET LEMBANG
Alamat: Jalan Grand Hotel no 33E, Lembang, Bandung.
Jam Operasional: 09.00 – 19.00 (Senin-Kamis), 08.00 – 20.00 (Jumat- Minggu)
Harga Tiket Masuk Floating Market: Rp 20.000

Saturday, November 26, 2016

Keliling Dunia tanpa Jetlag di Museum Angkut


Setelah kami beristirahat di Cemara, melepaskan lelah dari perjalanan kami, kami berencana untuk berjalan-jalan sore ini. Kali ini hanya kami berempat, karena oma mau nonton film India kesukaannya malas panas-panasan di jalan katanya. Tujuan kami sore ini adalah Museum Angkut, tempat yang sudah dikenal semua orang. Berhubung baru buka jam 12 dan area yang serunya itu outdoor, maka kami memilih mengunjungi di sore hari. Bagaimana cara menuju ke sana? 

Karena bingung dengan transportasi umum di sini, maka andalan kami adalah taksi. Sistem taksi di sini memang agak unik. Taksi di sini hanya melayani 4 orang dewasa di dalam taksi. Lebih dari 4 orang, harus cari taksi lain atau terkadang supirnya mengizinkan untuk naik tetapi minta tambahan. Atau pas lagi memesan, mintalah armada avanza. Harganya sama saja dengan yang armada sedan. Selain itu, tarif minimum di sini adalah Rp 30.000,00. Berbeda dengan Jakarta, tarif minimum untuk taksi di Malang juga berlaku bagi taksi yang dipanggil secara langsung. Jadi mau argonya 10 ribu pun, bayarnya harus 30 ribu. Tetapi jika dibandingkan dengan carter mobil, ya lebih enak naik taksi.

Oleh ibu Liz kami disarankan naik taksi Citra. Dan memang sebelumnya sempat googling dan baca-baca, banyak yang menyarankan taksi Citra walaupun ada juga supirnya yang nakal. Kami pun kena dikerjai supir. Saat membayar, supir minta Rp 35.000,00. Alasannya tarif minimal yang 30 ribu adalah untuk daerah Malang, bukan Batu. Padahal pas pulang kami hanya membayar 30 ribu.Yah...pengalaman memang guru yang berharga. Anggap saja selisih 5 ribu itu harga untuk pembelajaran (sambil mencoba mengingat muka supir yang menipu kami =D ).  

Museum Angkut merupakan museum yang berisi berbagai macam alat yang dapat digunakan mengangkut. Museum yang diresmikan pada 9 Maret 2014 ini merupakan museum pertama di Indonesia dan Asia yang mengusung tema transportasi dan memadukannya secara unik. Karena letaknya di lereng gunung Panderman, maka udaranya sejuk dan membuat kita tidak merasa lelah walaupun kita melihat lebih dari 300 alat angkut dari yang tradisional sampai yang modern, dari yang tidak bermesin sampai yang bermesin. Alat angkut ini ada yang terletak di dalam gedung dan juga ada yang di luar gedung. Dengan membaginya berdasarkan zona-zona yang ada, kita seakan diajak untuk bertamasya berkeliling dunia, tanpa rasa jetlag tentunya.
Peta Museum Angkut
1. Main Hall
Main Hall merupakan area indoor yang terdiri dari 4 lantai. Di lantai pertama terdapat banyak mobil, motor, sepeda, dan kereta dari zaman dahulu kala. Di sini, kita tidak dapat menaiki kendaraan-kendaraan ini. Tetapi kita boleh berfoto di depannya. 
Disambut oleh Bumble Bee. Ada sofa seperti mobil juga loh
Jangan dinaiki yaa....
Dari sepeda biasa hingga sepeda antik. Kereta kencananya tidak boleh dinaiki juga.
Merpati pos tak pernah ingkar janji juga termasuk alat angkut pesan singkat.
Sedang di lantai kedua terdapat alat-alat angkut yang tidak menggunakan mesin seperti angkong (ricksaw), andong, becak, mesin uap, mesin diesel, sepeda dan juga kapal. Nah, jika tidak ada tulisan dimohon tidak duduk di sini, berarti kita dapat berfoto di becak tersebut.
Believe it or not. tulisan ini ada di dalam satu gerobak.
Yang atas di bagian dudukan, yang di bawah di dalam gerobak. Apakah artinya? 
Dari lantai dua ini, kita dapat menaiki tangga ke tempat yang berbentuk roket, alat angkut menuju bulan. Dari tempat ini pemandangan kota Batu terlihat lebih jelas.
Searah Jarum jam: angkong (ricksaw), cikar lombok, dan cidomo.
Serunya di lantai dua ini,  ada pojok-pojok interaktif bagi pengunjung. Pengunjung dapat menguji pengetahuan mereka tentang knalpot dan suaranya. Ada lagi tebak suara, apakah kendaraan atau blender. Duo Lynns sibuk bermain di setiap pojoknya. Sayang sekali beberapa alat sudah tidak berfungsi dengan baik. Permasalahan klasik bukan? 
Area untuk anak-anak menambah informasi
Kapal-kapal yang pernah melegenda dan berjaya.
Coba tebak, kapal mana yang ada Rose dan Jack?
Di lantai ketiga, area terbuka, terletak tempat mainan roda yang besar dan juga beberapa helicopter. Untuk main di sini, kita harus membayar secara terpisah. Incaran kami adalah Runway 27 yang berada di lantai keempat. Runway 27 merupakan tempat dimana kita dapat mencoba menjadi pilot, masuk ke ruang kokpit, masuk ke pesawat kepresidenan dan menjadi keluarga presiden selama beberapa menit. Untuk masuk ke Runway 27, setiap pengunjung dikenai biaya tambahan sebesar 10 ribu. Wis nanggung sampai sana, ya sudah sekalian masuk. Kami mencoba dahulu masuk ke ruang kokpit. Saat itu ada turis dari Jepang yang juga sedang melihat-lihat. Rupanya mereka mau mencoba menjadi pilot juga :) 
Pilot dan co-pilot :)
Suasana di sana semakin berkabut dan dingin.
Tujuan kami berikutnya adalah mencoba pesawat kepresidenan. Sayangnya masih ada antrian. Kami mengambil nomor untuk giliran berikutnya. Sambil menunggu, kami makan snack di kafetaria yang berada di lantai ini. Kafetaria ini cukup unik. Disain kafe ini seperti pesawat dan pelayannya mengenakan baju seperti pramugari. Harga makanannya pun termasuk murah bagi tempat wisata, apalagi kalau dibandingkan dengan Jakarta. Saat makan, muncullah serombongan ibu-ibu berseragam, entah pegawai negeri ataupun ibu-ibu PKK. Mereka ngotot mau masuk duluan ke pesawat kepresidenan karena mau pulang. Bahkan mereka bilang kami hanya numpang lewat, asal bisa lihat. Si papa langsung berkata pasti di dalam mereka akan bilang mau foto sebentar =D
Suasana kafetaria
Akhirnya saat kami masuk, ibu-ibu ini ikut masuk juga, walau nomor antriannya masih nanti lagi, petugasnya sudah kewalahan karena mereka ngotot minta didahulukan. Akhirnya pramugari memberi izin asal lewat saja, tidak berhenti untuk memfoto. Dan seperti perkataan papa, mereka berkata masa ndak boleh foto sekali aja toh mbak. Waduh....mentalnya sudah seperti ini, ya susah. Bohong dong bu =P
Isi pesawat kepresidenan
2. Jakarta (Pecinan, Batavia, Gudang Batavia)
Hari semakin sore dan setelah puas berfoto di pesawat kepresidenan, pramugarinya menawarkan dan mengarahkan gaya untuk berfoto bersama, kami segera turun ke bawah lagi untuk menuju area outdoor. 
Pecinan di sore hari
Uang ternyata termasuk alat angkut juga
Area outdoor yang pertama mengusung konsep Jakarta dalam zona Pecinan, Batavia, dan Gudang Batavia. Di zona Pecinan, suasana outdoor disulap seperti kawasan Kota Tua di masa lampau. Setiap sudut begitu indah dan susah untuk tidak berpose di sana. Bahkan ada sepasang kekasih dan temannya yang membawa kamera besar, yang sibuk foto di sana-sini. Sepertinya dunia hanya milik mereka bertiga, sehingga anak-anak membatalkan foto di beberapa tempat yang dimonopoli mereka. 
Berbagai kendaraan yang ada di daerah Pecinan
Belok sedikit dari zona Pecinan, kita masuk ke zona Batavia dengan tema pelabuhan Sunda Kelapa. Gambar dan kendaraan yang ada membuat kita seakan berada di pelabuhan, bahkan lengkap dengan warung Pojok. Di sini kami baru mengetahui bahwa becak ternyata berasal dari bahasa hokian be chia yang artinya kereta kuda. Kami juga baru mengetahui perbedaan cikar dan delman. Cikar ditarik oleh sapi, sedangkan delman atau andong ditarik oleh kuda. 
Zona Batavia
Di samping warung Pojok terdapat gudang besar yang berisi mobil, motor, dan vespa tua. Betul-betul seperti gudang. Ada beberapa drum atau kaleng besar yang dapat digunakan untuk duduk dan beristirahat. Lumayan, anak-anak dapat beristirahat sejenak. 
Zona Gudang Batavia
3. Gangster Town/ New York City
Setelah mengitari gudang, kita akan tiba di Amerika, tepatnya New York. Diawali dengan daerah yang penuh dengan gangster, the Bronx, kita seakan masuk ke kota yang berbeda. Dari tempat penuh gangster ini, lengkap dengan penjara, kita akan memasuki daerah Manhattan yang terkenal dengan pertunjukkan musikal di Broadway, kesukaannya papa. Ada Le Miserables, Phantom of the Opera, dan sebagainya. Suasana senja membuat kota ini terlihat menarik.
Gangster Town
4. Eropa
Zona ini membawa kita melihat kendaraan-kendaraan buatan Eropa lengkap dengan negara-negara terkenal di Eropa seperti Perancis, Italia, Jerman dan Inggris. Yang saya cukup salut adalah pihak pengelola menyediakan tempat untuk mengisi kembali batre handphone. Dan kali ini kami bertemu dengan sekumpulan ibu-ibu dan bapak-bapak. Herannya ya, kalau bertemu kelompok, mereka maunya menang sendiri. Tiba-tiba kata antri itu tidak ada di kamus mereka. Terpaksa kami mencari spot lain untuk berfoto. 
Zona Eropa, lengkap dengan platform Harry Potter dan charging station.
5. Buckingham Palace
Kami pun berjalan menuju istana Ratu Elizabeth. Di istana ini terdapat playground untuk anak-anak dan juga kereta yang dapat dinaiki oleh pengunjung secara gratis. Lumayan untuk menghibur Duo Lynns yang masih kesal karena setiap foto diganggu oleh kelompok-kelompok tersebut.
Yuk, sowan dulu dengan Ratu.
6. Amerika (Las Vegas dan Hollywood)
Setelah menjelajah Eropa dan menjadi tamu kehormatan di Buckingham Palace, kami masuk kembali ke benua Amerika. Kalau tadi kita menjelajah New York yang berada di East Coast, sekarang kita masuk ke West Coast dengan Las Vegas dan Hollywood sebagai perwakilannya. Hari yang semakin malam membuat kami semakin cepat melihat-lihat sekeliling kami. Bukan apa-apa, perut sudah mulai bernyanyi.  
Mobil Batman, limousine pun menjadi alat angkut.
Selesai melihat-lihat Hollywood, kami pun keluar dari Museum Angkut. Yang uniknya, untuk keluar, dari zona ini kita kembali ke Jakarta dan keluar dengan naik spoor alias kereta. Jalan di keretanya pun dirancang seperti saat kita berjalan di kereta yang berjalan. Two thumbs up untuk Museum Angkut. Alur yang ada seakan membawa kita berkeliling dunia tanpa jetlag. 
Stasiun kota, dengan arsitek orang Belanda kelahiran Tulungagung. 

Tips mengunjungi Museum Angkut:
1. Datanglah di siang menuju sore hari sehingga tidak terlalu panas saat berada di area indoor. Kami sengaja datang jam 3 sore supaya dapat melihat lampu-lampu dan juga suasana senja hari di sana.
2. Di museum ini, alat foto selain handphone dikenakan biaya sebesar Rp 30.000,00. Oleh sebab itu, jika memang ingin memfoto dengan menggunakan kamera, apalagi bagi penggemar fotografi, siapkan uang tambahan ya, selain tiket masuk. Sedangkan ibu-ibu seperti saya yang sudah cukup puas memfoto dengan handphone, walau hasil handphone tidak sebagus kamera, tinggalkanlah kamera di tempat penginapan. Karena nanti akan diperiksa, jadi daripada repot menitipkan ini itu, lebih baik sekalian ditinggal.
3. Jangan lupa cek terlebih dahulu di website resmi apakah ada promo. Seperti kami kemarin, ada promo boarding pass Citilink. Lumayan kan dapat potongan 20%.
4. Karena terletak di lereng gunung, kalau sudah sore itu anginnya kencang sekali. Lebih baik membawa jaket, jaga-jaga gitu loh.
5. Museum Angkut menyediakan beberapa pertunjukkam di setiap zona. Jika memang sempat, dapat juga melihat pertunjukkan-pertunjukkan tersebut.
6. Di akhir kunjungan, mampirlah untuk makan di Pasar Apung Nusantara. Malah jika sempat, dapat berkeliling pasar Apung dengan menggunakan perahu.

Museum Angkut
Website: www.museumangkut.com
Alamat: Jl. Terusan Sultan Agung No. 2 Batu, Jawa Timur
Telp: 0341-595007
Jam operasional: 12.00 - 20.00
HTM:
- Rp 60.000,00 (Senin - Kamis)
- Rp 80.000,00 (Jumat - Minggu, Hari libur nasional)
Tambahan:
- kamera selain smartphone: Rp 30.000,00

- Runway 27: Rp 10.000,00

Next: Kulineran di Pasar Apung Nusantara