|
Merlion Park
|
Salah satu kebahagiaan anak-anak
saat berjalan-jalan adalah berkenalan langsung dengan kebudayaan tempat-tempat
yang dikunjungi. Sebelum pandemi, kami sempat melakukan Culture
Day saat di Singapore. Dan kali ini, saat kami pertama
kali datang kembali ke Singapore, kami kembali melakukan Short Culture
Day.
Kenapa short? Karena kami
tidak mengunjungi semua tempat yang dulu kami kunjungi. Usia si kecil yang
masih toddler ini membuat kami berpikir hanya mengunjungi yang penting-penting
saja. Bagaimana sisanya? Menunggu saat si kecil besaran lagi saja. Jadi ada something
to look forward.
|
MBS yang seperti kapal
|
Kunjungan kami dimulai dari
Merlion Park. Merlion Park terletak di One Fullerton. Untuk menuju tempat ini,
kami menggunakan MRT. Stasiun terdekat adalah Raffles Place. Dari sana kami
berjalan menuju One Fullerton.
|
Reka ulang foto saat Culture Day dulu ah...plus si kecil
|
Saat kami sampai, ternyata sudah
ramai pengunjung. Sama seperti waktu kami pertama kali datang, banyak sekali turis
dari India yang datang ke Merlion Park. Memang patung yang tingginya 8,6 meter
dan berat 70 ton ini menarik hati banyak pengunjung. Tubuhnya yang seperti ikan
melambangkan awal Singapore yang sederhana sebagai sebuah desa nelayan yang
disebut Temasek atau kota laut (bahasa Jawa Kuno). Sedangkan kepalanya yang
berbentuk singa melambangkan nama dari Singapore yaitu kota Singa (bahasa
Melayu).
|
Merlion kecil yang colorful
|
Cuaca yang panas membuat kami
memutuskan untuk cepat berfoto dan mencari makan siang. Awalnya kami ingin
makan siang di MOS Burger. Mengobati rasa kangen kami. Namun ternyata MOS
Burger mulai menerapkan pemesanan di luar outlet dan pembayaran cashless. Jadi
daripada lama, karena para turis itu tak terbiasa dengan screen pemesanan, kami
memutuskan melanjutkan perjalanan kami ke Orchard.
Sebagai salah satu tempat
touristy di Singapore, Orchard selalu menjadi tempat yang kami kunjungi. Walau
mungkin hanya window shopping, tapi pasti kunjungan ke sini selalu
menarik hati. Tidak ada yang menyangka kawasan yang identik dengan kompleks
mall di sepanjang jalannya ini adalah perkebunan pala, lada, dan buah-buahan di
tahun 1800an.
Perkebunan ini terbentang cukup
luas di area ini. Namun karena semakin padatnya penduduk di Singapore, maka di
akhir tahun 1840an perkebunan ini berubah menjadi pemukiman dan pemakaman dari
beberapa etnis, seperti Tionghoa, Sumatera, dan Yahudi. Bahkan karena letaknya
yang berbukit, maka di jalan Orchard ini banyak bungalow-bungalow dan
rumah-rumah warga negara asing ataupun orang-orang papan atas di Jalan Orchard
ini.
|
Istana presiden di Orchard Road.
|
Sekitar tahun 1903, muncullah
pertokoan di daerah ini. Salah satu toko serba ada yang besar saat itu adalah
Centerpoint. Toko yang dibangun oleh saudagar C.K. Tang pada tahun 1958 ini
akhirnya berganti nama menjadi Tang Plaza. Nah, mulai merasa kenal dengan nama
ini kan?
Akhirnya di tahun 1984 semua
pemakaman tersebut dipindah. Dan Jalan Orchard menjadi mulai berkembang menjadi
seperti sekarang ini. Bukan hanya turis yang suka jalan ke sana. Warga setempat
pun juga suka menghabiskan hari libur atau jalan-jalan ke sini.
Karena Jalan Orchard terkenal
dengan kompleks mall-mall yang cukup elit, maka harga makanan di restoran yang
ada di mall-mall ini tentunya cukup menguras kantong. Maka biasanya kami makan
di foodcourt. Harga makanan di foodcourt jauh lebih murah daripada makanan di
resto atau kafe. Tapi ya jangan dibandingkan dengan hawker centre ataupun
foodcourt di mall yang di daerah lain. Maklum, harga sewa mahal.
Karena sudah ramai, tujuan makan
kami adalah Food Opera. Menurut kami, Food Opera ini merupakan mix antara food
court biasa dan juga resto-resto kecil yang berjualan di dalam Food Opera.
Kalau kita duduk di bangku yang di area resto terbuka tersebut, maka kita wajib
memesan menu yang ada di resto tersebut. Jadi biasanya kami memilih untuk duduk
di area tengah, supaya bebas membeli makanan dari berbagai macam stall.
Tapi sayangnya semua bangku sudah
terisi. Satu-satunya tempat yang masih free di situ adalah resto terbuka di Nam
Heong Ipoh Heritage Cuisine. Akhirnya mau tidak mau kami makan di situ. Batal
sudah rencana anak-anak untuk memesan homemade noodle kesukaan mereka.
|
Hor fun. Sumber foto: Nam Heong
|
Kalau dilihat sepintas, menu Nam
Heong ini cukup unik. Mereka menjual dimsum (goreng dan kukus), hor fun,
bubur, mie, nasi lemak dan bakery. Kalau kata papa sih makanan khas
peranakan. Kami pun memesan nasi lemak, assam laksa, dan cheong fun. Cukup
terkaget-kaget juga karena makanannya enak.
|
Assam Laksa. Sumber foto: Nam Heong
|
|
Nasi Lemak with Chicken Katsu. Cuma ada di Ion Orchard. Sumber foto: Nam Heong
|
Salah satu tujuan anak-anak
setiap ke Orchard adalah mengunjungi Daiso di Ion Orchard. Anak-anak merasa
Daiso di Ion Orchard ini sangat lengkap. Namanya juga anak perempuan, tidak
boleh melihat yang imut-imut.
|
Si kecil yang tidak mau ketinggalan bawa keranjang.
|
Perbedaan mencolok bagi kami
setelah 4 tahun tidak berkunjung ke Daiso di Singapore adalah harga barang.
Maaf, Namanya juga mamak, pasti ingat soal harga. Biasanya barang-barang di
Daiso Singapore, Malaysia,
dan Indonesia mempunyai satu harga yang sama. Namun sekarang, pengelompokan
harga di Daiso Singapore sama dengan saat kami ke Daiso di Myeongdong.
Jadi, saat berbelanja, harus lebih hati-hati melihat label harga yang ada ya.
|
Sekarang semua tidak $2 lagi...
|
Kegiatan Short Culture Day
kami pun selesai di Orchard Road ini. Walaupun sebentar dan tidak banyak, namun
anak-anak menikmati acara jalan-jalan ini. Si kecil pun mau bekerja sama untuk
duduk di stroller selama harus jalan cepat-cepat dan jauh.
Ada beberapa perubahan yang dapat
kami lihat. Tempat-tempat makan yang ada mulai menerapkan cashless alias pakai
kartu, baik kartu debit maupun kartu kredit. Nampaknya meminimalkan sentuhan
dan juga jumlah pekerja. Bahkan beberapa restoran di situ meletakkan info
loker. Nampaknya pandemi segera akan berakhir. Semoga….
Next: One Day at Singapore Zoo