Bulan lalu kami berkesempatan jalan-jalan ke museum Tekstil. Museum yang terletak di daerah Tanah Abang ini memang sering kami dengar. Kabarnya di museum ini kita dapat mengikuti workshop membatik juga. Membatik merupakan salah satu kegiatan kesukaan Duo Lynns. Diawali dengan pengalaman mereka membatik di Habibie Festival 2016, mereka jadi keranjingan membatik. Kali ini kami pergi bersama dengan sepupu Duo Lynns dan teman-teman lainnya.
Cara menuju ke museum ini tidak susah kok. Hanya saja harus mengamati jalan mana yang tidak macet. Banyak tanda jalan yang memudahkan kita menuju museum ini. Saat kami sampai, kami cukup terkagum-kagum melihat luasnya bagian depan museum ini. Areanya yang luas seakan menyimpan banyak cerita sebelum menjadi Museum Tekstil. Dan ternyata memanglah demikian.
Museum Tekstil ini didirikan pada tahun 1976 oleh Gubernur Jakarta pada saat itu, Ali Sadikin. Museum ini didirikan untuk menghormati ibu Tien Soeharto yang pada saat itu menjadi Ibu Negara. Bangunan dari museum yang diresmikan pada tanggal 28 Juni 1976 ini dibangun pada awal abad ke-19 oleh seorang berkebangsaan Perancis dan kemudian dijual kepada Abdul Aziz Al Mussazi Katiri Konsul Turki di Jakarta. Pada tahun 1942 bangunan ini dijual kepada Dr.Karel Christian Crucq dan pada awal tahun 1945 digunakan sebagai markas dari Perintis Front Pemuda dan Angkatan Pertahanan Sipil dalam perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan Indonesia.
Pada tahun 1947 bangunan yang berada dibawah kepemilikan Lie Sion Pin ini disewakan kepada Departemen Sosial dan digunakan sebagai lembaga bagi orang tua. Pada tahun 1962 bangunan ini diakuisisi oleh Departemen Sosial untuk digunakan sebagai kantor. Namun pada tahun 1966 bangunan ini menjadi asrama karyawan. Pada 25 Oktober 1975, secara resmi bangunan dan tanahnya diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta. Dan lahirlah Museum Tekstil pada tahun 1976.
Area di dalam Museum Tekstil ini terbagi menjadi beberapa bagian. Ada bangunan utama, galeri batik, pendopo batik, perpustakaan, tempat penyimpanan, taman pewarna alami, taman serat dan taman tanaman obat-obatan.
Kami langsung menuju bangunan utama. Bangunan utama ini biasanya digunakan untuk pameran-pameran. Saat kami datang, pihak museum sedang mengadakan pameran batik oleh Go Tik Swan. Go Tik Swan adalah seorang budayawan dan sastrawan Indonesia yang tinggal di Solo. Putra sulung keluarga Tionghoa yang lahir pada 11 Mei 1931 ini memberikan banyak sumbangsih bagi bangsa Indonesia sebagai pelopor batik Indonesia. Go Tik Swan merupakan satu dari tiga orang di Keraton Kasunanan yang mendapat gelar Panembahan dan dikenal sebagai Panembahan Hardjonagoro.
Salah satu batik yang kami lihat adalah batik bermotif parang. Parang adalah lambang sinar matahari. Ciri khas batik parang adalah diantara dua bidang lajur miring terdapat isen-isen yang disebut mlinjon (bentuk belah ketupat), mengikuti lajur yang miring. Di lingkungan kraton, motif parang rusak merupakan pola larangan, yang artinya pola ini hanya boleh digunakan oleh raja dan anggota keluarga dekatnya.
Motif sawunggaling (pertarungan ayam jantan) yang merupakan masterpiece Go Tik Swan. |
Batik motif Parang. |
Galeri Batik. |
Perlengkapan membuat batik. |
Batik Jawa Timur. |
Kiri: Batik Cirebon. Kanan atas: Batik Bandung. Kanan bawah: Batik Bogor. |
Alat apakah ini? |
Malam dan cantingnya. |
Proses membuat pola. |
Proses pewarnaan. |
Proses penjemuran, dua batik yang dibantu oleh petugasnya |
Taman pewarna alami. |
Museum Tekstil
Alamat: Jl. Aipda K.S. Tubun Raya no 2 - 4, Palmerah, Jakarta Barat.11420
Telepon: 021 - 5606613
Jam buka: 09.00 - 15.00 (Senin Tutup)
Harga tiket:
Dewasa: Rp 5.000,00
Mahasiswa: Rp 3.000,00
Pelajar: Rp 2.000,00
Pembuatan batik (termasuk tiket masuk): Rp 40.000,00
No comments:
Post a Comment