Thursday, August 30, 2018

Weekend di East Coast Park


Dimulai dari postingan salah satu teman yang tinggal di sana, saya mengenal pantai yang bernama East Coast. Dari postingannya, terlihat tempatnya sangat nyaman dan luas. Saya baru tahu ada pantai di daerah East Coast. Padahal setiap kali kami jalan-jalan ke Singapore, kami selalu mencari penginapan di derah East Coast atau Katong.
What a bright sunny day 
Tahun lalu, saat si opa mendadak jatuh dan tidak boleh terbang kembali ke Indonesia, opa dan oma berjalan-jalan di daerah East Coast ini. Dan singkat cerita mereka berdua, yang tidak punya kerjaan dan bingung mau ngapain, jalan-jalan sampai ke pantai East Coast. Ternyata taman ini sangat dekat dari Parkway Parade, mall favorit kami.
Berteduh di bawah pohon kelapa 
East coast park merupakan taman terbesar di Singapore yang merupakan hasil reklamasi dari lahan seluas 185 hektar di bagian tenggara dari Singapore. Sedikit info, hampir sebagian besar pantai di Singapore merupakan hasil reklamasi, salah satunya pantai-pantai di Sentosa Island. Taman East Coast ini dibuka pada tahun 1970an dan terbentang dari Marine Parade, Bedok, dan Tampines.
Daerah hijau di dekat taman.
Read this instruction carefully, please.
Karena luasnya area East Coast Park, taman ini terbagi menjadi delapan bagian. Apa saja yang dapat dilakukan di East Coast Park? Selain bermain pasir, kita dapat melakukan olahraga seperti jogging, jalan kaki, naik sepeda, dan sebagainya. Di beberapa bagian disediakan tempat untuk barbeque, memancing, dan juga berkemah. Belum lagi children playground di sini terkenal bagus. Menarik sekali bukan?
Tempat untuk berteduh setelah kepanasan
Duo Lynns sedang bermain pasir, sementara papa memfoto mereka :)
Ada anak kecil yang berminat untuk menyewa sepeda. 
Area terdekat dengan tempat kami menginap adalah area C. Kami hanya perlu berjalan menuju supermarket NTUC dan mengikuti petunjuk menuju taman. Dan uniknya, untuk menuju East Coast Park ini kami melalui terowongan bawah tanah. Di ujung terowongan ini, kami sudah tiba di area C. Karena hari itu adalah hari Sabtu, banyak yang memanfaatkan waktu untuk berolahraga, jalan-jalan santai, jalan dengan binatang peliharaan mereka, bersepeda, main frisbee dan juga bermain pasir.
Peta area C
Pohon-pohon yang membuat taman ini sedikit lebih adem. 
Bagaimana dengan kami? Tujuan kami ke sini adalah untuk melakukan foto keluarga dari pihak papa. Kami pun bergantian untuk berfoto dan memfoto. Dan tentunya selain anak-anak, oma dan opa pun semangat berpose.
Terpaksa pakai kacamata karena silau sekali =D
Si kakak yang lupa pakai sunglasses dan kesilauan.
Menulis diatas pasir
Hari yang semakin siang membuat kami semakin kepanasan dan kelaparan. Sebetulnya di East Coast Park ini juga ada seafood centre yang terkenal enak. Sayangnya kami tidak berniat untuk berjalan lebih jauh lagi. Kami pun kembali ke Marine Parade untuk mencari makan siang di sana. Mungkin untuk kesempatan berikutnya, kami akan lebih lama main di sini dan membawa peralatan untuk bermain pasir.

Tempat kami makan siang :)
Mama Papa gak ketinggalan foto siluet ;)
Sekilas Informasi
East Coast Park
Alamat: E Coast Park Service Road, Singapore
Jam operasional: 24 jam

Note: untuk mengetahui cerita perjalanan kami saat liburan di Singapore, silakan klik link berikut ini.


Friday, August 24, 2018

Culture Day (part 2): The Residence of Tan Teng Niah di Litte India dan Haji Lane


Seperti yang saya utarakan di artikel sebelumnya, tujuan kelayapan kami hari ini adalah anak-anak mengenal kebudayaan lain dan melihat walaupun berbeda (dan bukan keluarga), tetapi tetap bisa akur-akur saja. Setelah berkeliling di Chinatown, kami pun menaiki MRT menuju Little india. Dari Chinatown, kami hanya perlu naik MRT North East Line ke arah Punggol dan berhenti dua perhentian setelah Chinatown, yaitu Little India.
Peta kawasan Little India
Little India merupakan salah satu kawasan yang ramai. Dulunya, orang-orang dari India didatangkan ke Singapore untuk dipekerjakan sebagai buruh perkebunan. Beberapa diantaranya ada yang menjadi peternak sapi atau kerbau dan bekerja di ladang pertanian. Di tahun 1840an, banyak orang Eropa yang tinggal di sini. Hal ini dikarenakan dahulu di daerah ini ada pacuan kuda. Sehingga orang-orang Eropa ini tinggal disini untuk bertemu dan berbaur. Dan bukan hanya orang Eropa yang tinggal di sini. Walaupun Little India terkenal sebagai tempat dimana ternak diperjualbelikan, ternyata banyak pengusaha Tionghoa yang membuka usaha, seperti rotan, pabrik nanas, dan pabrik pengeringan karet. Memang tidak berhubungan dengan urusan ternak, namun usaha-usaha ini saling menopang (simbiosis mutualisme).
Mural di tembok yang menggambarkan kisah masa lalu dan nama jalan, Kerbau road.
Little India juga merupakan salah satu distrik yang ramai di Singapore. Selain bangunan-bangunannya, wisata kuliner di kawasan ini menjadi alasan orang-orang jalan-jalan ke daerah ini. Sedangkan alasan kami berkunjung ke Little India adalah selain agar anak-anak melihat gambaran tentang mini India dan kebudayaannya, adalah untuk melihat kediaman Tan Teng Niah.
Jendela khas rumah peranakan.
Tan Teng Niah adalah salah satu pengusaha keturunan Tionghoa. Dia membangun rumah untuk istrinya di awal tahun 1900 di daerah Little India. Rumah ini terdiri dari 8 kamar. Salah satu ciri dari rumah ini dimasa lampau adalah pintu pagar dan plat tulisan kaligrafi Siew Song. Pintu Pagar (bahasa Melayu untuk "pintu kayu yang berayun") dipahat dengan sangat luwes dan ruang depan rumah penuh dengan gulungan dinding. Di atas pintu masuk adalah plat nama berlapis emas dengan tulisan kaligrafi Siew Song ("pinus elegan" atau "pinus halus" dalam bahasa Mandarin). Bagi orang Cina, pinus menunjukkan daya tahan dan mengekspresikan aspirasi mereka. Pada tahun 1980, rumah ini dipugar dan menjadi cagar budaya. Pada tahun 1981, kediaman Tan Teng Niah ini mendapatkan penghargaan Singapore Institute of Architects Honorable Mention.
Rumah warna-warni yang menarik hati para turis untuk berfoto di depannya.
Tidak banyak yang dapat kami lakukan selain berfoto di depan dan berkeliling di sekitar tempat ini. Berbeda Chinatown yang terlihat ramai, Little India terlihat tidak begitu ramai. Mungkin karena siang hari yang begitu panas sehingga sepi orang yang berjalan-jalan di sini. Dan udara yang panas ini juga yang membuat anak-anak meminta untuk segera kembali ke stasiun MRT. Kami pun kembali ke stasiun MRT. Tujuan kami selanjutnya adalah Haji Lane yang berada di daerah Bugis. Hanya satu pemberhentian saja dari Little India dan kami pun sampai di stasiun Bugis.

Stasiun Bugis merupakan salah satu stasiun yang ramai dikunjungi. Dibandingkan tadi saat berjalan-jalan di Little India, daerah Bugis jauh lebih ramai dan modern. Bahkan Bugis merupakan tujuan turis dari Indonesia. Apalagi bagi para turis yang mau sekalian ke daerah Johor Baru. Karena saat kami datang adalah hari Jumat, kami mendengarkan suara khotbah Jumat di masjid terdekat. Memang tidak seramai di Jakarta, namun cukup mewakili kemajemukan yang ada di Singapore.
Gang Haji alias Haji Lane
Haji Lane sebetulnya hanya gang kecil nan panjang di Kampong Glam. Dulunya di tempat ini banyak orang-orang keturunan Arab yang membuka usaha semacam umroh dan naik haji di shophouse mereka (Haji Lane dekat dengan Arab Street). Namun lama-lama usaha ini tidak berkembang. Di tahun 1960an gang ini menjadi tempat tinggal bagi keluarga Melayu yang kurang mampu. Namun sejalan dengan berkembangnya perekonomian Singapore, semakin meningkat tingkat ekonomi masyarakatnya, di tahun 1970an shophouse di Haji Lane mulai kosong dan gang ini mulai seperti tidak ada kehidupan. Namun di tahun 2000an, Haji Lane mulai hidup kembali dan dikenal sebagai kawasan anak muda. Gang ini kini diisi dengan kafe, tempat makan, dan toko-toko unik. Yang membuat jalanan ini menjadi happening adalah lukisan yang ada di dinding-dinding di sepanjang gang ini.
Es kepal Milo pun lagi booming di Singapore =)
Entah bagaimana cara melukisnya ...semua penuh warna dan gambar.
Penjaga pintu yang setia menunggu customer
Awalnya Duo Lynns merasa tidak nyaman karena gambarnya agak gelap gimana gitu. Apalagi mereka kepanasan. Kami pun berhenti sebentar untuk membeli minum di hawker centre terdekat, yaitu Blanco Court. Di depan Blanco Court terdapat restoran makanan khas Meksiko, Piedra Negra. 
Blanco Court. Walau sudah siang, tetap saja ramai pengunjung.
Bisa beli minuman dari jendela ini juga loh
Dan ternyata di belakang resto ini, yang menghadap ke Ophir Road, terdapat hidden gem, yaitu spot cantik yang dihiasi dengan lukisan yang lebih indah dan futuristik. Dengan warna yang cantik dan menarik, bagian belakang Piedra Negra ini menjadi tempat kesukaan anak-anak untuk berfoto.
Gambar dibagian Haji Lane.
Our hidden gem. Futuristik dan cerah warnanya.
Perjalanan budaya kami pun selesai sudah. Dalam waktu kurang dari empat jam, anak-anak mendapatkan pengalaman untuk melihat bermacam-macam kebudayaan dan kepercayaan yang berbeda dengan mereka namun semuanya dapat hidup bersama. Seperti di tengah-tengah daerah Chinatown ada kuil Hindu, lalu di derah Little India adalah rumah peranakan yang dilestarikan. Saat ditanya apakah mereka menikmati acara jalan (yang betul-betul jalan seperti biasanya), Duo Lynns berkata mereka menikmatinya, walaupun kuyup dan kepanasan =D
Gaya si kakak
Gaya favorit adik =D
Sekilas Informasi
Little India
Cara menuju ke sana: stasiun Little India

Tan Teng Niah
Alamat: 37 Kerbau Road, Singapore
Cara menuju ke sana: stasiun Little India exit E.

Haji Lane
Cara menuju ke sana: stasiun Bugis exit D, jalan menuju North Bridge Road.

Note: untuk mengetahui cerita perjalanan kami saat liburan di Singapore , silakan klik link berikut ini.

Wednesday, August 15, 2018

Culture Day (part 1): Merlion Park, St. Andrew's Cathedral dan China Town Singapore


Berbicara tentang jalan-jalan singkat, negara tetangga kita memang dapat menjadi pilihan untuk short vacation bersama keluarga. Walau Singapore terkenal dengan biaya hidupnya yang lumayan besar, tetapi jalan-jalan murah dan menyenangkan dan mendidik juga dapat dilakukan di sini.

Pada liburan pendek kami beberapa bulan yang lalu, kami membuat tema budaya dalam kunjungan kami kemarin. Rencana kami adalah mengajak anak-anak melihat sesuatu yang berbeda dari kunjungan sebelumnya. Jadi dalam satu hari, kami berencana untuk mengunjungi Merlion Park, St. Andrew Cathedral, Chinatown, Little India, dan Haji Lane. Harapan kami adalah mereka dapat melihat perbedaan dari setiap budaya dan agama namun tetap dapat bertoleransi.
Di cuaca yang cerah ini pun hujan tetap dapat turun.
Biasanya hal ini agak susah kami lakukan karena oma bisa capek kalau kebanyakan jalan. Tetapi kali ini karena oma dan opa akan berjalan-jalan dengan oma opa Singapore, maka kami bebas kelayapan dari pagi sampai dengan sore. Setelah mengisi perut dengan kenyang di HolidayInn Express, kami memulai petualangan kami. Bagaimana cara menuju ke Merlion Park? Ada banyak cara menuju ke sana, baik naik MRT ataupun naik bus. Kami memilih naik bus supaya cepat dan dapat turun di perhentian di depan Merlion, yaitu OUE Bayfront.
Landmark Singapore yang terlihat jelas dari sini.
Fullerton Hotel
Taman ini menjadi salah satu taman yang sering dikunjungi turis-turis dan menjadi ikon dari Singapore. Taman yang berlokasi di One Fullerton ini berisi patung Merlion raksasa yang tingginya 8,6 meter dan berat 70 ton dan patung Merlion kecil yang disebut anak Merlion dengan tinggi 2 meter dan berat 3 ton. Merlion sendiri merupakan ikon Singapore. Tubuhnya yang seperti ikan melambangkan awal Singapore yang sederhana sebagai sebuah desa nelayan yang disebut Temasek atau kota laut (bahasa Jawa Kuno). Sedangkan kepalanya yang berbentuk singa melambangkan nama dari Singapore yaitu kota Singa (bahasa Melayu). Dari mulut Merlion ini akan keluar air mancur. 
Foto absurd dengan latar belakang Marina Bay Sands 
Walaupun cuaca mendung dan mulai gerimis, ternyata masih banyak orang yang tetap mengerumuni Merlion. Melihat antusiasme para pengunjung, tidak heran Merlion Park menjadi salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi saat di Singapore. Kakak pun segera berpose seakan minum air dari Merlion dan adik berpose seperti Merlion.
'Anak Merlion yang berbaju kuning' ini sungguh lucu.  
Rupanya pose adik tersebut menarik perhatian seorang mama dan anak yang sepertinya turis dari India. Mereka memaksa meminta untuk berfoto dengan adik. Mamanya langsung mengawasi dan berjaga-jaga =D
Airnya segar ya, kak 
Setelah selesai berfoto, kami melanjutkan perjalanan kami selanjutnya. Tujuan kami selanjutnya adalah St. Andrew Cathedral. Alasan kami untuk mampir melihat St. Andrew adalah karena untuk menuju ke Chinatown kami harus naik bus dan nyambung di depan halte St. Andrew. Jadi ya sekalian melihat katedral ini dari depannya. Dari tempat pemberhentian yang berlawanan dengan OUE Bayfront, kami dapat menaiki bus 131, 167, 162, atau 700 menuju halte Capitol Building (2 halte setelah halte kami). Dari situ kami hanya perlu berbelok ke kanan dan sampailah di katedral.

St. Andrew’s Cathedral merupakan katedral terbesar dan gereja Anglikan tertua di Singapore. Katedral yang dibangun dengan gaya neo gotic ini dibangun pada tahun 1835 oleh George Dumgoole Coleman. Karena kapel yang asli hancur setelah terkena sambaran petir sebanyak dua kali pada tahun 1852, maka di tahun 1856 Kolonel Ronald MacPherson merancang kembali katedral ini. Pada saat penjajahan Jepang, katedral ini menjadi rumah sakit gawat darurat. Katedral ini kembali melakukan pelayanan gereja setelah Jepang menyerah. Karena nilai sejarahnya, maka di tahun 1973, katedral ini ditetapkan sebagai monumen nasional.
St. Andrew 
Tujuan kami selanjutnya adalah Chinatown. Ada banyak pilihan bus menuju Chinatown dari depan halte St. Andrew Cathedral. Jika kita naik bus nomor 166 atau 197, maka pemberhentian di daerah Chinatown bisa di halte opposite Sri Mariamman Temple. Jika kita naik bus nomor 80 atau 145, maka pemberhentian di Chinatown bisa di Maxwell Road FC. Kami memilih naik bus nomor 80, karena busnya datang duluan.
Jalan Maxwell 
Chinatown ini cukup luas dan cukup menyimpan sejarah yang cukup suram. Salah satu bagian di Chinatown ini, yaitu Smith Street, terkenal, pada awal abad 20 dikenal sebagai kawasan prostitusi. Kehidupan di kawasan ini sangat berat, dan penuh dengan siksaan. Untungnya sekarang kawasan ini telah berubah menjadi salah satu pusat kuliner, kebudayaan, dan seni di Singapore. Salah satunya adalah Maxwell Hawker Centre. Foodcourt ini terkenal dengan makanannya yang enak, harga yang bersahabat, dan termasuk bersih.
Sudah ramai walau belum jam makan siang.
Antrian yang mengular di Fish Soup.
Saat kami tiba, ada satu kios yang antrinya luar biasa. Kios tersebut sepertinya menjual sup ikan. Karena kami kepanasan dan tidak begitu lapar, kami memilih kios lain yang menjual hor fun dan memilih memberi es tebu dan es kiamboi yang sepertinya akan menyegarkan kami.
Minuman yang menyejukkan setelah kepanasan.
Hor Fun =) 
Setelah mengisi tenaga dan mengademkan diri, kami kembali berjalan menuju Buddha Tooth Relic Temple. Bangunan yang terdiri dari lima lantai ini merupakan kuil Buddha yang terkenal. Namanya yang cukup unik membuat kami penasaran dengan kuil yang satu ini.
Buddha Tooth Relic Temple 
Kuil Buddha bergaya dinasti tang Tiongkok yang dibangun di tahun 2007 ini mendapatkan namanya dari umat Buddha yang menganggapnya sebagai relik gigi Buddha yang suci. Nama ini diambil dari benda yang dianggap umat Buddha sebagai gigi taring sebelah kiri sang Buddha, yang ditemukan dari sisa kremasinya di Kushinagar, India. Saat ini, Relik Gigi Buddha tersimpan dalam sebuah stupa raksasa seberat 3,5 ton dan terbuat dari 320 kg emas (yang 234 kilogramnya disumbangkan oleh umat Buddha).
Hall utama 
Syarat untuk masuk ke tempat ini adalah mengenakan pakaian yang sopan. Jadi memang tidak susah untuk masuk ke sini, asalkan sopan. Duo Lynns cukup banyak bertanya, karena ini adalah pertama kalinya mereka masuk ke kuil agama Buddha.
Barang-barang ini dijual untuk persembahan ya :) 
Setelah mengelilingi lantai 1, kami tidak naik ke lantai lainnya, kami berjalan keluar melalui pintu berbeda. Pintu keluar ini terhubung langsung dengan Chinatown Food Street. Di Chinatown Food Street bukan hanya makanan yang bertebaran dimana-mana, tetapi juga banyak pernak-pernik lucu dan murah-murah yang dapat dibeli sebagai suvenir.
Chinatown Food Street 
Kalau mendengar kata Chinatown, pasti terbayang etnis Tionghoa dan segala hal yang berhubungan dengan etnis Tionghoa. Tapi uniknya, hampir disetiap Chinatown pasti ada satu kuil Hindu. Seperti kawasan Pasar Baru begitu. Salah satunya di Chinatown Singapore. Di sini terdapat kuil Sri Mariamman.

Kuil Sri Mariamman merupakan kuil Hindu tertua di Singapore yang didirikan oleh Narayana Pillai yang datang ke Singapore di tahun 1819. Di tahun 1823, Pillai meminta lahan untuk dijadikan kuil dan di tahun 1827 pembangunan dilakukan. Sejak saat itu, kuil ini menjadi perlindungan bagi imigran dari India dan menjadi satu-satunya kuil yang berwenang untuk meresmikan pernikahan secara agama Hindu.
Tampak luar Sri Mariamman 
Kuil yang didedikasikan kepada ibu dari segala dewi ini, Sri Mariamman, paling banyak dikunjungi oleh orang-orang yang memohon kesembuhan dari dewi Sri. Sekarang kuil ini terkenal sebagai tempat pelaksanaan fire-walking ceremony atau Theemithi (upacara untk berjalan di atas api) yang biasanya dilakukan di bulan Oktober atau November.
Bagian kuil dengan latar belakang bangungan bernuansa peranakan 
Untuk masuk ke dalam kuil ini tidaklah semudah memasuki Buddha Tooth Relic Temple. Pengunjung diminta untuk melepaskan alas kaki dan memakai pakaian tertutup atau baju khas India. Kami melanjutkan perjalanan menuju MRT Chinatown yang terletak di belakang kuil ini. Tujuan kami selanjutnya adalah Little India.
Tampak dalam Kuil Sri Mariamman
Sekilas Informasi
Merlion Park
One Fullerton Singapore 049213
Jam operasional: 24 jam

Chinatown
Alamat: 335 Smith St, Singapore
Cara menuju ke sana: stasiun Chinatown

Maxwell foodcourt
Alamat: 1 Kadayanallur Street, Singapore
Jam operasional: 08.00 – 02.00

Buddha Tooth Relic Temple
Alamat: 288 South Bridge Rd, Singapore
Jam operasional: 07.00 - 19.00

Note: untuk mengetahui cerita perjalanan kami saat liburan di Singapore , silakan klik link berikut ini.