Sebagai homeschooler, kami paling
senang mengunjungi museum. Mengapa? Karena saat mengunjungi museum, anak-anak
dapat memelajari hal-hal baru dengan lebih menarik. Dari museum sejarah seperti
Sumpah Pemuda, Museum satwa, Museum Angkut, Museum Tubuh, atau bahkan Museum Science baik di Indonesia maupun di luar negeri. Kali ini kami berkesempatan mengunjungi Museum Macan.
Diawali dengan keisengan si mama
untuk mengikuti kuis di Detik dan memenangkan hadiah dua tiket ke Museum Macan.
Saya pun bertanya tentang prosedurnya kepada pihak Museum Macan dan ditanggapi
dengan luar biasa baik oleh pihak Museum Macan. Mereka menginfokan bahwa setiap
Minggu ada tour anak yang akan dimulai pukul 14.00. Kami pun janjian untuk
mengunjungi Museum Macan di hari Minggu.
Another free tickets for the girls. Thank you Museum Macan :) |
Museum Macan (Museum of Modern and Contemporary Art in
Nusantara) yang berlokasi di daerah Jakarta Barat bukanlah berisi tentang
hewan-hewan seperti macan alias harimau, tetapi berisi karya seni. Museum ini
sudah cukup terkenal, terutama saat Yayoi Kusama mengadakan pameran di sini. Kali
ini tema yang ada adalah Dunia dalam Berita.
Mendengar kata-kata diatas,
pastilah kita yang lahir sebelum tahun 90-an familiar dengan kata-kata
tersebut. Terbayang di benak kita bahwa waktu telah menunjukkan pukul 21.00 dan
waktunya mendengarkan berita di televisi. apapun stasiun TV yang ditonton, pasti semua secara serentak menampilkan Dunia dalam Berita pada pukul 21.00.
Namun seiring dengan era reformasi, Dunia dalam berita pun bukan satu-satunya berita yang dapat dilihat. Setiap stasiun TV boleh membuat berita. Kebebasan dan perubahan mulai terlihat. Nah, di pameran ini akan ditampilkan karya-karya
dari dua generasi yang berbeda, yaitu mereka yang memiliki bahasa artistik yang
seiring dengan pengalaman mereka pada
masa perubahan sosial dan politik seputar reformasi dan mereka yang
lahir setelahnya dengan pendekatan yang lebih bersifat grafis.
Saat kami datang, kami disambut
oleh kak Galuh sebagai tour leader
untuk anak-anak. Kami diajak untuk masuk ke instalasi pertama, yaitu Elevation di instalasi Matter and Place. Di Elevation
ini anak-anak mengeksplorasi keragaman rumah adat Indonesia berdasarkan tingkat
ketinggian rumah-rumah itu dari atas tanah.
Joglo dengan ketinggian 80 cm diatas tanah. |
Rumah adat Toraja dengan ketinggian 2 M diatas tanah. |
Rumah adat dengan posisi tertinggi yang ada di Papua dengan ketinggian 2.6 M diatas tanah. |
Setelah selesai melihat-lihat
rumah adat Indonesia
yang beraneka ragam, anak-anak diajak untuk bereksplorasi dengan menggambar di
dinding dengan menggunakan tangan. Spot ini tentunya menarik bagi anak-anak
karena anak-anak bebas menggambar dan menulis yang mereka sukai.
Selanjutnya mereka diajak untuk
melihat karya A Blank Spot in My TV
oleh FX Harsono. Di setiap gambar terdapat blank spot dibagian mulut mereka. Kak Galuh menjelaskan bahwa sebelum era
reformasi tahun 1998 media massa sangat dikendalikan oleh negara. Itu sebabnya
kata-kata yang dikeluarkan akan disensor dan diperiksa. Namun setelah masa
reformasi, orang bebas mengemukakan pendapat dan berbicara. Walaupun demikian, setiap
kata-kata yang dikeluarkan haruslah dapat dipertanggungjawabkan dengan
benar.
A Blank Spot on My TV |
Karya selanjutnya yang dilihat anak-anak adalah I Eat You Eat Me karya Mella Jaarsma. Di karya ini anak-anak diajak
melihat video tentang orang yang menyuapi pasangan di depannya. Karya ini
terinspirasi oleh tradisi pernikahan orang Jawa yang melambangkan kerukunan dan
saling berbagi. Memang karya-karya Mella Jaarsma berfokus pada berbagai bentuk
keragaman ras dan budaya yang tercermin lewat pakaian, makanan, dan tubuh.
I Eat You Eat Me. |
Refugee Only, lengkap dengan perlengkapan darurat. |
Shameless Gold dari kepompong liar dan kasar. Seakan menyindir bahwa semua orang dapat memakai emas. |
Zipper Zone, ada foto di dalamnya loh. |
Setelah selesai melihat karya Mella Jaarsma, anak-anak langsung diajak
untuk melihat karya Krisna Murti yang berjudul Makanan Tidak Mengenal Ras. Di
instalasi ini terdapat 12 kloset duduk merah muda. Didalam setiap kloset
terdapat gambar makanan yang ada di Indonesia. Dan makanan-makanan ini ternyata merupakan makanan
khas negara-negara lain seperti China, India, Arab. Dengan kata lain, makanan
tidaklah mengenal ras.
Makanan Tidak Mengenal Ras. |
Martabak Asin yang ternyata dari India. |
Wedang ronde yang berasal dari China. |
Di samping instalasi terdapat spot Education
Station yang menyediakan kertas dan alat-alat tulis. Ternyata spot ini
merupakan spot untuk membuat zine atau
magazine atau majalah. Tentu saja
anak-anak dengan senang hati duduk dan mengambil peralatan untuk membuat
majalah.
Ramai-ramai membuat Zine. |
Walaupun Museum Macan merupakan
tempat yang children friendly, namun tetap saja ada karya yang hanya untuk 18+.
Seperti karya Agus Suwage yang berjudul Pressure
and Pleasure. Karya ini dibuat pada tahun 1999, satu tahun setelah
reformasi. Instalasi ini cukup unik karena menggunakan tenda militer. Memang
pada tahun 1998 tenda militer sering terlihat di tempat-tempat umum. Namun
uniknya tenda ini dibuat dari poster-poster bioskop zaman kami masih kecil,
yang gambarnya agak sensual. Apa artinya ya?
Pressure and Pleasure karya Agus Suwage. |
Viva la Muerte (Panjang Umur Kematian) karya S Teddy D. Predator dari baja dan barel minyak yang biasa digunakan di militer. |
Setelah anak-anak dipaksa selesai
membuat majalah, mereka pun diajak untuk melihat Operation Control Mind karya
Heri Dono. Instalasi yang dibuat di tahun 1999 ini menggambarkan bagaimana orde
baru mengendalikan setiap media massa .
Di bagian bawah tersedia injakan yang dapat diinjak oleh anak-anak. Dan saat
diinjak, maka si pengendali akan mengendalikan setiap orang di dalam gelas dan
menghasilkan siluet seperti wayang.
Operation Control Mind. |
Karya Heri Dono ini merupakan
karya terakhir yang dilihat anak-anak di ruang pameran. Anak-anak diajak untuk
beranjak ke Children’s Art Space. Di
sini terdapat instalasi Main Getah atau Rubberscape karya seniman Malaysia
Shooshie Sulaiman. Di sini anak-anak seakan memasuki hutan karet, lengkap
dengan bunyi hewan dan bau daun karet. Mereka diajak mengeksplorasi kegunaan
karet dalam kehidupan sehari-hari.
Rubberscape |
Biji karet yang dapat digunakan jadi biji congklak. |
Stempel yang dibuat dari karet. |
Karet warna-warni. |
Instalasi berikutnya yang kami
kunjungi adalah Infinity Room. Infinity Room merupakan karya seniman
Jepang Yayoi Kusama. Di tempat ini kami dibatasi untuk masuk berdua-berdua
karena ruangannya yang kecil. Dan waktu yang diberikan untuk berfoto adalah 30
detik.
Cantik kan lampunya. |
Di lantai atas terdapat pameran
Hari-Hari di Cicadas karya Jeihan. Jeihan merupakan pelukis asal Bandung . Cicadas merupakan
tempat tinggal dari Jeihan. Ciri khas dari lukisan Jeihan adalah bagian mata
yang dihitamkan. Ini menggambarkan keprihatinan Jeihan akan masa depan bangsa.
Mata gelap khas Jeihan. |
Selain lukisan, Jeihan juga
membuat puisi. Seperti Remi Silado, Jeihan dengan rekan pujangganya terkenal
dengan puisinya yang mbeling atau nakal.
Puisi Mbeling karya Jeihan. |
Selesai sudah kunjungan kami di
Museum Macan. Anak-anak pun senang, apalagi dipandu oleh kak Galuh yang begitu
ramah terhadap anak-anak. Pameran Dunia dalam Berita ini akan terus ada hingga
21 Juli mendatang. Kami menyarankan untuk datang di hari Minggu bagi orang tua
yang membawa anak-anak.
Quote yang bagus. |
Sekilas Info
Museum Macan
Website: www.museummacan.org
Alamat: AKR
Tower Level M, Jalan Panjang No.5
Kebon Jeruk, Jakarta
Barat
Jam Operasional: 10.00 – 18.00 (libur hari Senin).
HTM: Rp 100.000,00 (dewasa) dan Rp 80.000,00 (anak-anak)
keren banget museumnya, jadi pengen ke sana
ReplyDeleteIya, keren museumnya. Silakan dikunjungi.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete